facebooklogocolour

Pengantar Penulis untuk Edisi Bahasa Indonesia

Saya telah diminta untuk menulis sebuah pengantar pendek untuk para pembaca di Indonesia, “terutama mempertimbangkan bahwa beberapa bagian dari buku ini dapat dianggap murtad bagi orang-orang Indonesia yang religius dan percaya pada hal-hal supernatural.” Saya tidak tahu mengapa orang Indonesia harus dianggap lebih religius atau percaya takhayul dibandingkan orang-orang dari negeri-negeri lain. Terlepas dari ini, penerbitan Reason in Revolt di Indonesia – yang merupakan negeri kunci di Asia – adalah sesuatu yang harus disambut.

Ketika orang-orang di negeri Barat berbicara mengenai fundamentalisme religius, takhayul dan ekstremisme, mereka biasanya merujuk ke Islam. Pada kenyataannya, propaganda melawan Islam yang begitu intens ini hanyalah kedok ideologis untuk kemunafikan dan kesombongan imperialisme dan terutama imperialisme AS, yang ingin mendominasi dunia dan mengeksploitasinya.

Ada banyak orang-orang yang religius dan percaya takhayul di bangsa kapitalis termaju di dunia, yakni Amerika Serikat. Kendati kemajuan sains dan teknologinya yang besar, secara filsafati, AS adalah negara yang paling terbelakang di dunia. Keterbelakangan ini mendapatkan ekspresinya yang paling ekstrem di dalam cara pandang dari para penguasa di sana.

Bila kita dapat membuka kepala Presiden Bush dan melihat isi otaknya, kita akan menemukan setumpuk prasangka-prasangka dan takhayul-takhayul mentah dari 2000 tahun terakhir. Begitu juga dengan klik yang ada di sekelilingnya di Gedung Putih. Geng reaksioner ini mengekspresikan pandangan-pandangan tendensi konservatif yang dikenal sebagai Kanan religius.

Orang-orang munafik ini membawa berkah peradaban Barat ke rakyat Irak dan Afghanistan dalam bentuk bom-bom, dan kemudian dengan tenang duduk berdoa kepada “Tuhan Perdamaian”. Lewat puisinya, seorang pujangga terkenal dan demokrat revolusioner dari Skotlandia Robert Burns menyerang orang-orang seperti ini:

“Ye hipocrites! are these your pranks?

To murder men, and give God thanks?

Desist for shame! Proceed no further:

God won't accept your thanks for Murther.”

[“Hai kamu orang-orang munafik! apakah ini leluconmu?

Kamu membunuh orang, dan berterimakasih pada Tuhan?

Hentikan demi rasa malu! Jangan lebih jauh berjalan:

Tuhan tidak akan menerima ucapan terimakasihmu untuk Pembunuhan.”]

Juga tidak benar kalau buku saya ini “murtad”. Sebuah buku hanya dapat dianggap murtad bila buku tersebut mengekspresikan interpretasi tertentu dari sebuah agama. Oleh karenanya, bagi kaum Suni ortodoks, interpretasi kaum Syiah terhadap Islam dianggap murtad, seperti halnya kaum Kristen Katolik menganggap kaum Protestan murtad karena interpretasi mereka yang berbeda terhadap Kekristenan.

Akan tetapi, Reason in Revolt adalah sebuah buku mengenai sains dan filsafat, bukan mengenai agama. Buku ini tidak bermaksud menganalisa agama secara komprehensif, yang merupakan sebuah topik terpisah. Buku ini dapat memberikan faedah kepada para pembacanya yang beragama maupun yang tidak beragama, oleh penganut Kristen maupun Muslim, Suni maupun Syiah. Saya harap semua orang dapat menemukan sesuatu yang bisa disepakati, dan juga tidak disepakati.

Buku ini mendiskusikan masalah-masalah yang ada di dunia ini, bukan di dunia akhirat, karena sang penulis tidaklah punya kualifikasi yang lengkap untuk berbicara mengenai dunia akhirat. Saya merasa cukup puas untuk meninggalkan topik ini pada para mullah dan pendeta yang mempercayai ini. Topik sesungguhnya dari buku ini adalah kritik terhadap masyarakat kapitalis yang ada hari ini dan ideologinya. Kami percaya bahwa sistem kapitalis sedang dalam krisis terminal, dan kebangkrutan sistem ini mengancam kebudayaan dan peradaban – dan bahkan mungkin masa depan umat manusia.

Gejala-gejala dari kebangkrutan ini dapat dilihat di mana-mana: krisis ekonomi yang melemparkan jutaan orang ke jurang pengangguran. Ini sangatlah jelas di Indonesia, di mana pengangguran terutama adalah masalah pelik yang dihadapi oleh kaum muda. Setiap tahun sejumlah besar pelajar dan mahasiswa dibiarkan menganggur, dan bukannya menggunakan talenta mereka untuk membangun masyarakat ini, sebagai dokter, perawat, guru, dan insinyur. Apakah lalu mengejutkan ketika beberapa dari anak-anak muda ini lalu tertarik ke langkah-langkah yang nekat? Yang bersalah bukanlah agama dan kepercayaan spiritual, tetapi sistem sosio-ekonomi yang bangkrut ini, yang menciptakan “neraka di atas bumi” seperti kata Lenin.

Penulis buku ini sangat yakin kalau sosialisme adalah jalan keluar satu-satunya bagi Indonesia dan seluruh dunia. Kapitalisme adalah sebuah jalan buntu besar dan harus diruntuhkan sebelum umat manusia bisa melangkah maju. Kami percaya bahwa untuk menumbangkan sistem yang sakit-sakitan, korup dan tidak adil ini, kita pertama-tama harus memiliki pemahaman ilmiah atas dunia yang kita tinggali ini. Dan pemahaman semacam ini hanya dapat disediakan oleh Marxisme.

Marxisme adalah sebuah filsafat ilmiah, yang dikenal sebagai materialisme dialektik. Ini adalah sebuah metode yang menyediakan kita alat-alat yang kita butuhkan untuk menganalisa dan memahami dunia ini. Hanya dengan mendasarkan diri kita pada pemahaman ini maka kita bisa mengubah dunia. Sekedar merespons ketidakadilan kapitalisme dengan aksi-aksi kekerasan yang membabi-buta tidak akan membawa kita kemana-mana.

Kelas buruh Indonesia memiliki tradisi perjuangan revolusioner yang hebat. Kelas ini memainkan peran kepemimpinan dalam perjuangan melawan imperialisme Belanda dan membangun organisasi yang hebat. PKI, dengan tiga juga anggota, adalah Partai Komunis terbesar di dunia di luar blok Timur. Partai ini bisa saja merebut kekuasaan, tetapi prospek ini dikhianati oleh kebijakan dari kepemimpinannya yang Stalinis.

Kehancuran PKI adalah salah satu kekejaman yang paling barbar dalam sejarah imperialisme. Saya masih ingat peristiwa-peristiwa 1965 ini dengan sangat baik. Bahkan saya menulis mengenainya pada saat itu. Tidak ada yang tahu berapa banyak orang yang dibantai dalam kegilaan reaksi yang didalangi oleh CIA dan kekuatan reaksi militer, tetapi jumlahnya tidaklah kurang dari satu juga. Ini adalah karya dari :kekuatan demokrasi dan peradaban” di Indonesia!

Tujuan sesungguhnya dari pembantaian berdarah ini adalah untuk membuat Indonesia aman untuk kapitalisme. Kediktatoran yang korup ini dibangun di atas tulang belulang jutaan buruh, mahasiswa dan tani Indonesia, dan ia berdiri kokoh selama puluhan tahun. Tetapi ia tidak dapat menyelesaikan satu pun problem dari masyarakat Indonesia. Ia justru menciptakan kontradiksi-kontradiksi yang baru dan tak tertanggungkan yang menyebabkan kebangkitan revolusioner yang baru dan kejatuhan kediktatoran Soeharto yang brutal. Kaum mahasiswa dan muda memainkan peran yang heroik dan adalah teladan bagi seluruh dunia.

Peluang-peluang yang baru telah terbuka bagi rakyat Indonesia. Tetapi peluang-peluang ini telah disia-siakan. Karena tidak ada kepemimpinan revolusioner, kapitalisme selamat, dan kelas penguasa lama yang korup dapat mempertahankan kekuasaan, kekayaan, dan privilese mereka. Akibatnya, massa rakyat kondisinya tidak lebih baik daripada sebelumnya. Bukanlah sesuatu yang mengejutkan kalau selapisan kaum muda, karena putus asa, lalu beralih ke fundamentalisme dan terorisme individual.

Tetapi metode-metode ini tidak akan bisa berhasil menumbangkan kapitalisme dan imperialisme. Ini hanya bisa dicapai dengan gerakan massa buruh yang terorganisir, beserta sekutu-sekutu alamiahnya, yakni kaum miskin perkotaan dan pedesaan, kaum muda dan intelektual revolusioner, dan minoritas-minoritas nasional yang tertindas. Dan gerakan semacam ini, bila ingin berhasil, harus dipersenjatai dengan ideologi Marxisme yang revolusioner.

Ada tanda-tanda bahwa sejumlah lapisan buruh dan kaum muda telah mulai menyadari ini. Beberapa waktu yang lalu saya dihubungi oleh sebuah organisasi yang menyebut diri mereka “Kaum Marxis Islam” – anak-anak muda, yang tanpa mencampakkan agama Islam mereka, ingin mempelajari karya-karya Marx, Engels, Lenin dan Trotsky. Jelas saya mendukung semangat mereka.

Beberapa tahun yang lalu saya diundang untuk mempresentasikan buku Reason in Revolt di Pakistan – sebuah negeri Islam. Saya berbicara di sejumlah pertemuan-pertemuan besar dengan ratusan hadirin. Kebanyakan adalah muslim yang taat, tetapi mereka juga adalah kaum buruh, tani, dan aktivis serikat buruh yang miskin. Kadang-kadang ada para mullah yang juga hadir di pertemuan-pertemuan ini, mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang saya katakan dan lebih dari sekali mengangguk setuju. Mereka terkesan dengan gagasan anti-kapitalisme dan anti-imperialisme yang konsisten yang saya sampaikan. Mungkin mereka tidak pernah menyangka seorang dari Eropa menyampaikan gagasan-gagasan ini dengan begitu kuat dan jelas.

Sistem kapitalis telah melakukan kejahatan-kejahatan yang kejam terhadap seluruh dunia, dan terutama di Timur Tengah, Asia dan Asia Tengah. Ada semangat pemberontakan yang sedang tumbuh terhadap kapitalisme dan imperialisme. Karena kejahatan-kejahatan ini dilakukan terutama oleh orang-orang Barat yang mengaku “Kristen”, sebuah gagasan lalu muncul bahwa ini adalah “perang antara dua peradaban”, perang antara Timur dan Barat, antara Kristen dan Islam. Ini sepenuhnya keliru.

Perang yang sekarang sedang terjadi di seluruh dunia adalah perang antara kaum kaya dan kaum miskin, antara yang menindas dan yang tertindas, antara perampok dan yang dirampok. Bahkan sebelum perang terhadap Irak diluncurkan, jutaan rakyat berdemonstrasi di jalan-jalan London, Roma, Madrid dan New York untuk menentang rencana perang ini. Rakyat Spanyol bangkit melawan pemerintahan mereka dan memaksa pemerintahan mereka untuk menarik mundur pasukan mereka dari Irak. Pada saat ini, ada sentimen anti-perang yang sedang tumbuh juga di Amerika Serikat.

Kekuatan-kekuatan ini adalah sekutu dari rakyat tertindas di Asia, dan bukan musuh mereka. Untuk menggambarkan dunia Barat sebagai satu blok reaksioner yang homogen adalah gagasan yang bodoh dan keliru, yang bila benar begitu maka seluruh gerakan revolusioner tidak akan bisa menang. Untungnya tidak demikian. Seiring dengan berjalannya waktu, dengan meredanya asap dari medan perang, orang-orang mulai melihat ke sekeliling mereka dan saling menatap, dan mereka mulai mengenali siapa kawan dan siapa musuh.

Reason in Revolt ditulis ketika gerakan revolusioner dunia sedang mengalami kemunduran. Runtuhnya Uni Soviet menciptakan mood pesimis dan putus asa. Para pembela kapitalisme meluncurkan sebuah kampanye ofensif ideologis yang besar untuk menghancurkan gagasan-gagasan sosialisme dan Marxisme. Mereka menjanjikan kepada kita sebuah masa depan yang damai, makmur dan demokratis, yang mereka bilang adalah hasil dari keajaiban ekonomi pasar bebas.

Sepuluh tahun telah berlalu semenjak itu, dan sepuluh tahun bukanlah waktu yang panjang dalam skala sejarah. Ilusi ini semua sudah buyar. Di mana-mana kita temui peperangan, pengangguran, kemiskinan dan kelaparan. Dan di mana-mana ada sebuah semangat perlawanan yang baru yang sedang tumbuh, tidak hanya di Asia dan Amerika Latin, tetapi juga di Eropa dan AS. Arus mulai berubah arah, dan kita tahu ini pasti akan terjadi. Dan banyak orang yang sekarang mencari-cari ide yang bisa menjelaskan apa yang sedang terjadi di dunia. Marxisme sedang bangkit kembali. Dukungan terhadap gagasan ini semakin hari semakin kuat.

Seorang revolusioner besar dari Rusia, Leon Trotsky, pernah mengatakan bahwa revolusi adalah lokomotif sejarah. Ini bahkan lebih benar pada epos hari ini dibandingkan epos-epos lain dalam sejarah manusia. Massa rakyat belajar dari pengalaman mereka. Rakyat Indonesia telah mengalami banyak pengalaman pahit dalam beberapa tahun terakhir. Gerakan telah melalui banyak pasang naik dan pasang surut. Tetapi melalui semua kelokan dan tikungan dalam sejarah, massa sedang belajar. Dimulai dari elemen-elemen buruh dan mahasiswa yang paling maju, mereka akan memahami bahwa mereka memerlukan sebuah ideologi, program dan metode yang sungguh-sungguh revolusioner.

Gejolak di bawah permukaan yang sekarang mempengaruhi kehidupan intelektual di semua negeri cepat atau lambat akan memberikan hasil-hasil yang positif. Keruntuhan otoritas moral dari Marxisme pada periode sebelumnya berarti bahwa selapisan kaum muda di Timur Tengah dan Asia yang dulunya tertarik pada Marxisme kini telah jatuh ke dalam pengaruh hal-hal seperti fundamentalisme religius dan terorisme. Tetapi ketika mereka mulai memahami limit dari gagasan-gagasan keliru ini, mereka akan bergerak melampauinya dan mencari alternatif yang lebih tepat.

Pada akhirnya yang dibutuhkan adalah sebuah teori yang rasional dan ilmiah. Inilah yang ditawarkan oleh buku Reason in Revolt ini. Bila buku ini dapat membantu bahkan sejumlah kecil buruh dan kaum muda untuk memahami dasar filsafat Marxisme, saya sudah akan merasa puas. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa bahkan segelintir orang dapat membuat perbedaan yang besar, ketika situasi objektif mulai berubah, dan ia akan berubah. Yang terpenting adalah memulai kerja ini.

Alan Woods

London, Juli 2005