Satu-satunya solidaritas sejati yang dapat diandalkan oleh rakyat Myanmar datang dari saudara-saudari kelas mereka di Indonesia dan negeri-negeri lainnya.
Kaum Komunard berusaha membangun sebuah negara yang baru, Negara Buruh, di atas puing-puing negara kapitalis. Namun, mereka tidak memiliki waktu untuk mengkonsolidasikan kekuasaan mereka. Keterisolasian – di Prancis yang mayoritas masih agraris – adalah hal yang fatal bagi mereka.
Hari ini, mayoritas rakyat adalah pekerja upahan. Fondasi untuk revolusi sosialis jauh lebih matang dibandingkan di abad ke-19. Oleh karenanya, semuanya tergantung pada kita untuk mewujudkan masyarakat sosialis yang demokratik, yang diperjuangkan oleh kaum Komunard sampai titik darah penghabisan.
Segera setelah rakyat menyingkirkan junta militer dari panggung politik, mereka akan dihadapkan dengan realitas keras bahwa tuntutan-tuntutan yang mereka kedepankan – pemilu yang bebas dan jujur, parlemen yang demokratik, pekerjaan untuk semua orang, upah layak, tanah untuk tani, akses universal ke pelayanan sosial – tidak akan bisa dipenuhi dalam batas-batas kapitalisme. Bahkan pelucutan sepenuhnya seluruh kekuatan militer di Myanmar hanya bisa terpenuhi secara efektif dan konsekuen akan membutuhkan langkah-langkah revolusioner di luar batas-batas kapitalisme.
Jika kita mencoba melakukan introspeksi, aksi golput dilakukan karena tidak adanya politisi yang mampu mewakili rakyat Indonesia. Dengan demikian, perjuangan ini tidak cukup dengan hanya mengajak masyarakat untuk golput.
Tapi apa yang dibutuhkan? Berikut perspektif kami. Selamat membaca.