facebooklogocolour

Di edisi Militan bulan Desember ini, kami suguhkan tema agama untuk mendidik rakyat pekerja mengenai asal-usul agama dan juga sikap kaum Marxis terhadap agama.

Salah satu serangan yang selalu dilakukan oleh kapitalisme terhadap Marxisme adalah kalau ideologi ini menentang agama mati-matian, ingin menghancurkan gereja dan mesjid, suka menyembelih pemeluk agama, dan akan melarang agama. Tuduhan-tuduhan ini dilemparkan untuk memisahkan rakyat pekerja dari ideologi perjuangan mereka.  Tetapi apakah tuduhan ini benar adanya?

Sebelumnya, mari kita tunjukkan bahwa kapitalisme-lah yang sebenarnya menghancurkan agama. Di kapitalisme, agama menjadi barang dagangan. Politisi kapitalis menggunakan isu-isu agama untuk meraup suara. Pemerintahan kita juga tidak mampu melindungi kebebasan beragama rakyatnya. Pemerintah kapitalis ini justru membiarkan preman-preman berjubah (FPI) memporak-porandakan tradisi kerukunan beragama di Indonesia dan menggunakan mereka untuk menghajar gerakan-gerakan kerakyatan.

Apakah Komunis atau Marxis anti-agama? Kenyataan bahwa banyak kaum komunis yang juga beragama adalah jawaban terhadap pertanyaan tersebut. Namun Marxisme, adalah adalah satu filsafat Materialis yang berdasarkan kebendaan: yakni bahwa tidak ada dunia lain selain dunia yang di sini, bahwa tidak ada surga, tidak ada neraka, tidak ada Tuhan, dan tidak ada Iblis. Marxisme oleh karenanya adalah filsafat ateisme. Ini jelas dan tidak akan kami tutup-tutupi.

Namun secara politik, kaum Marxis memperjuangkan sebagai program politiknya “Kebebasan beragama, dan kebebasan dari agama” dan “Pemisahan antara Negara dan agama.” Rakyat harus punya kebebasan sepenuh-penuhnya untuk memeluk agama atau kepercayaan apapun, atau tidak memeluk agama sama sekali. Negara – sebagai badan rakyat yang sepenuhnya – tidak boleh dicampuraduk dengan agama. Agama harus menjadi persoalan pribadi tiap-tiap orang. Inilah program perjuangan kaum Marxis. Masalah kalau ada akhirat atau tidak, ini akan kami tinggalkan untuk keyakinan orang masing-masing, karena kaum Marxis berjuang untuk membangun surga di dunia ini: keadilan sosial yang sesungguh-sungguhnya di muka bumi ini dimana tidak ada lagi penindasan, tidak ada lagi jurang antara kaya dan miskin. Surga di akhirat bukanlah ranah perjuangan kami, dan perjuangan ini kami serahkan pada keyakinan masing-masing. Kaum Marxis menghormati hak orang beragama dan juga hak orang untuk tidak beragama.

Namun kami juga membedakan antara agamanya si Kaya dan agamanya si Miskin. Kapitalisme selalu berusaha menggunakan agama untuk mengaburkan perbedaan antara si Kaya dan si Miskin. Kaum Marxis menentang agamanya si Kaya, yang munafik dan menggunakan agama untuk menindas. Sementara kaum Marxis paham mengapa rakyat miskin memeluk agama, yakni untuk memberikannya kekuatan batin supaya bisa menghadapi penderitaan dunia yang tidak ada habisnya. Kami melakukan perjuangan kelas untuk mengakhiri penderitaan di dunia tersebut, dengan membentuk masyarakat sosialis dimana tidak perlu lagi ada orang lapar dan fakir miskin.

Perjuangan kelas adalah program politik kami. Hanya perjuangan kelas yang bisa menyatukan semua rakyat pekerja – terlepas warna kulit, kebangsaan, dan agama – untuk melawan penindasan kapitalisme dan mulai membangun surga di dunia ini supaya rakyat tidak perlu lagi menunggu nikmat surga di akhirat.