facebooklogocolour

perang dagang3 Pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (WB) yang berlangsung selama sepekan di Bali minggu lalu menyiratkan atmosfer yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Ada kecemasan mendalam di antara kaum kapitalis dunia yang merasa terancam akibat tensi perang dagang antara Amerika dan Tiongkok yang semakin menajam.

Fokus utama pertemuan ini adalah masalah perang dagang yang semakin hari menunjukkan kecenderungan merusak. Meski sekilas terlihat pertemuan ini ramai dan dianggap sukses, mereka-mereka yang hadir dalam pertemuan ini datang dengan optimisme yang paling rendah tentang masa depan. Ada awan mendung yang membayangi harapan pertumbuhan ekonomi dunia.  Di tengah agenda kapitalisme dunia yang sedang mencari prospek pemulihan dari krisis ekonomi dekade lalu, para pemimpin dunia ini patut khawatir bahwa tendensi proteksionisme yang ditunjukkan lewat aksi perang dagang ini dapat merusak sistem (pasar bebas). Mereka juga khawatir bahwa situasi ini dapat mendorong munculnya sebuah krisis ekonomi yang baru.

Christine Lagarde, Direktur IMF, dalam sebuah wawancara mengatakan bahwa pertemuan tahunan ini bertujuan untuk meredam ketegangan atas situasi yang ada. Dengan mengangkat isu kerangka legal bisnis perdagangan internasional, mereka mencoba bagaimana mencari solusi lewat dialog antar pelaku bisnis tanpa menghancurkan sistem. Ia menyerukan kerja sama semua negara dalam menghadapi ketidakpastian hari ini. Ia mengatakan: “Arahkan perahunya. Jangan hanyut. Kendalikan perahu ini bersama-sama dan jangan ikut arus”.

Barangkali direktur IMF ini lupa bahwa karakter dasar dari sistem kapitalisme adalah akumulasi profit dan ekspansi seluas-luasnya. Tiap-tiap kapitalis menginginkan profit mereka utuh dan tidak berbagi, apalagi menyerahkannya ke kapitalis lain. Oleh karenanya sarannya agar tiap-tiap negara bekerja sama untuk melindungi sistem ini akan sia-sia. Ketika dunia telah kehabisan pangsa pasar, ditambah lagi krisis ekonomi selama 10 tahun terakhir ini yang menempatkan ekonomi dalam ketidakpastian, maka situasi yang ada hari ini adalah tiap kapitalis berusaha melindungi pasar mereka sendiri dari gempuran kapitalis lainnya.

IMF juga terpaksa merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang mereka rilis April lalu. Dalam rilisnya yang paling baru, IMF menetapkan pertumbuhan ekonomi dunia untuk 2018 dan 2019 di angka 3,7%. Turun dari proyeksi sebelumnya yakni 3,9%. Selama tiga tahun berturut-turut, proyeksi pertumbuhan ini stagnan di angka yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa pemulihan berjalan sangat lambat. Bahkan barangkali tidak ada pemulihan dalam tiga tahun terakhir.  

Presiden Jokowi dalam pidatonya menyebut bahwa situasi global hari ini bisa dianalogikan seperti cerita dalam drama serial Game of Thrones. The Winter is coming (Musim dingin sedang tiba) adalah salah satu latar dalam film tersebut, yang sama dengan situasi dunia saat ini. Komparasi ini bisa jadi sama. Namun berharap bahwa negara-negara kapitalis dapat bekerja sama untuk menyelamatkan sistem yang sudah mulai tenggelam dan kehabisan limit progresnya ini adalah bentuk kesia-siaan. Setelah hiruk pikuk pertemuan ini berakhir, para pemimpin dunia akan pulang dengan kecemasan yang sama dan akan berpikir kembali apakah kerja sama dalam perahu yang sudah mulai karam ini adalah langkah yang tepat.

Kapal yang sedang karam ini tidak bisa diselamatkan oleh orang-orang yang justru jadi biang kerok karamnya kapal ini, yakni kaum kapitalis serta perwakilan politik mereka. Hanya ada satu kelas yang bisa menyelamatkan kapal karam ini, yakni kelas buruh