facebooklogocolour

buruh-kompasBerikut adalah pernyataan politik dari Militan mengenai pemilu 2014 hari ini. Kawan-kawan buruh dan muda revolusioner yang setuju dengan pernyataan ini, kami dorong untuk membawanya ke serikat-serikat buruh, organisasi-organisasi perjuangan, lingkaran-lingkaran diskusi, dan kelas-kelas politik dimana kalian berada untuk didiskusikan dan dijadikan langkah awal untuk membangun kekuatan buruh sebagai jalan keluar revolusioner dari kebuntuan yang ada.

 

Lawan Pemilu 2014, Bangun Partai Buruh!

Kaum Buruh, Tegaskan Kemandirian Kelas dan Kepemimpinan Kelasmu

Pada pemilu hari ini rakyat pekerja dihadapkan dengan dua pilihan yang dalam penampakan luarnya berbeda tetapi secara fundamental isinya sama. Antara poros Jokowi dan poros Prabowo, basis kelas mereka sama, yakni kapitalis. Mereka adalah dua sayap dari kelas borjuasi. Kenyataan bahwa kedua-duanya mengedepankan program-program “kerakyatan” dan menggunakan imaji-imaji Soekarno tidak menunjukkan bahwa mereka tengah mewakili kepentingan rakyat pekerja, tetapi justru menunjukkan bahwa kapitalisme dan para elit politik yang mewakilinya telah kehilangan legitimasi di mata rakyat.

Ini merupakan indikasi kuat bahwa sistem yang ada hari ini, secara ekonomi dan politik, telah mengalami kebangkrutan. Tidak hanya di bumi Indonesia tetapi juga di seluruh dunia kapitalisme sedang memasuki periode krisis. Dari satu negeri ke negeri yang lain rakyat pekerja – buruh, tani, nelayan, dan kaum miskin kota – mulai mempertanyakan legitimasi kapitalisme dan sistem politik borjuasi yang menyertainya. Satu-satunya hal yang tidak kita temui hari ini adalah kepemimpinan revolusioner yang dapat menunjukkan jalan keluar dari kebuntuan yang ada.


Sementara, dalam 2 tahun terakhir kita telah melihat bangkitnya kelas buruh Indonesia. Jutaan buruh memasuki gelanggang perjuangan untuk pertama kalinya, dengan mogok nasional, gelombang pemogokan, aksi-aksi militan seperti sweeping dan grebek pabrik, perjuangan-perjuangan yang mulai melampaui batas-batas gerbang pabrik (Dari Pabrik Menuju Publik), dan kehendak buruh untuk berpolitik (Buruh Go Politik). Kelas buruh yang telah lama tidur kini telah mulai bangkit, dan ia telah membuat kapitalis Indonesia gemetar ketakutan.

Kebuntuan kapitalisme dan politik borjuasi yang kita saksikan hari ini membutuhkan sebuah kepemimpinan yang sejati, dan kepemimpinan ini hanya bisa datang dari kelas buruh. Kelas buruh, dengan memimpin dan merangkul semua lapisan tertindas, adalah satu-satunya kelas revolusioner yang dapat membebaskan bangsa ini dari rantai kapitalisme dan imperialisme yang tidak hanya mengikatnya tetapi juga mencekiknya.

Bukannya bersandar pada kelas borjuasi nasional dan para perwakilannya, bukannya membonceng dan menitipkan suara pada partai-partai borjuasi, bukannya membatasi diri pada pilihan terbaik dari yang buruk, tetapi menyerukan kemandirian kelasnya dengan lantang dan tegas. Secara konkret ini berarti sudah saatnya kelas buruh membangun partai politiknya sendiri, membangun sebuah partai buruh massa. Bangsa ini membutuhkan kepemimpinan revolusioner dari kelas buruh, dan adalah tanggung jawab – dan bahkan kehormatan – bagi kelas ini untuk mengemban tugas ini.

Oleh karenanya kaum buruh, lewat organisasi-organisasi perjuangan sehari-hari mereka – yakni serikat-serikat buruh massa – harus memulai proses pembangunan partai buruh ini. Tidak ada alasan logistik ataupun administrasi mengapa buruh tidak bisa membangun partainya sendiri. Kalau buruh bisa mengorganisir mogok senasional yang melibatkan jutaan buruh, kalau buruh bisa memaksa pemerintahan ini mendeklarasikan 1 Mei sebagai hari libur nasional, maka buruh bisa – dan harus – membangun partainya sendiri. Satu-satunya halangan hanyalah tembok yang ada di dalam kepala kita masing-masing, yang harus kita runtuhkan.

PROGRAM

Lewat partai buruh ini kelas buruh akan memberikan kepemimpinan kepada seluruh rakyat pekerja yang tertindas. Maka dari itu, partai buruh ini juga harus mengusung program yang merangkul rakyat pekerja tertindas lainnya – tani, nelayan, dan kaum miskin kota. Program ini sekurang-kurangnya harus mengandung poin-poin berikut, yang bisa dikembangkan lebih lanjut oleh buruh sendiri lewat proses diskusi:

1) Nasionalisasi cabang-cabang industri penting – seperti perbankan, pertambangan migas dan non-migas, pertanian dan perkebunan besar atau agrobisnis, kehutanan, transportasi, telekomunikasi – yang akan diletakkan di bawah sistem ekonomi terencana yang demokratis.

2) Reforma agraria dan kredit murah bagi kaum tani miskin dan nelayan miskin

3) Kepastian kerja untuk semua rakyat, pemberlakuan upah layak untuk penghidupan,  penghapusan sistem outsourcing dan kerja kontrak, dan kebebasan berserikat

4) Rumah untuk semua rakyat

5) Pelayanan kesehatan gratis dan bermutu untuk semua rakyat

6) Pendidikan gratis bermutu bagi semua rakyat sampai tingkat perguruan tinggi

7) Program sosial dan perlindungan untuk kaum miskin kota dan anak jalanan

8) Perlindungan lingkungan hidup, untuk menciptakan lingkungan yang sehat bagi semua rakyat pekerja dan anak cucunya.

9) Kesetaraan hak sosial, ekonomi, politik dan budaya untuk kaum perempuan. Lawan semua bentuk diskriminasi terhadap perempuan di tempat kerja, lingkungan tempat tinggal, sekolah, dan keluarga.

10) Akhiri semua bentuk diskriminasi ras, agama, suku, gender, dan seks. Persatuan rakyat pekerja adalah satu-satunya cara untuk melawan diskriminasi.

11) Tangkap dan adili semua koruptor dan pelanggar HAM, serta sita semua harta bendanya

Poin-poin program di atas bukanlah akhir dalam dirinya sendiri, yang bersifat kaku dan statis, tetapi adalah sebuah batu pijakan untuk perjuangan yang lebih besar dalam mewujudkan peran historis kelas buruh. Ia hidup dan berkembang, yang tugasnya adalah menjadi jembatan yang akan menghubungkan tuntutan sehari-hari dengan tugas historis kaum buruh untuk menumbangkan kapitalisme dan membawa sosialisme. Ia adalah program transisional.

Dalam proses bergeraknya, partai buruh dan serikat-serikat buruh yang ada di dalamnya dapat menggunakan dan mengembangkan program transisional. Pertimbangan apa yang menjadi tuntutan transisional ini harus dilakukan dengan memperhatikan situasi sosial dan politik yang konkret secara dialektis. Apa yang sebelumnya adalah tuntutan transisional pada satu hari – ketika situasi sosial dan politik telah berubah – dapat menjadi tuntutan yang justru ada di belakang kesadaran rakyat dan menghalangi perkembangan kesadaran kelas. Di Indonesia, dimana hak-hak dasar buruh saja masih belum terpenuhi, perjuangan untuk 8-jam kerja, upah layak, pendidikan gratis, kesehatan gratis, dsbnya. dapat menjadi tuntutan revolusioner, selama setiap usaha dilakukan untuk selalu menghubungkannya dengan tugas historis kelas buruh. Tidak seperti kaum reformis yang kerap berhenti pada tuntutan reforma saja dan tidak berani maju lebih lanjut ketika dihadapkan dengan momen revolusi yang menentukan, kaum revolusioner justru menggunakan tuntutan reforma sebagai batu pijakan menuju revolusi.

LANGKAH KE DEPAN

Partai buruh ini tidak bisa dibangun secara artifisial tanpa keterlibatan buruh luas yang sadar kelas. Ia juga tidak bisa dibangun dalam waktu semalam oleh segelintir orang ataupun segelintir serikat buruh. Ia adalah partai massa dan oleh karenanya harus datang dari massa buruh lewat serikat-serikat buruhnya. Ia harus dibangun dari bawah, dimulai dengan penyadaran politik di antara buruh. Oleh karenanya, beberapa langkah awal yang dapat dilakukan untuk mencapai ke sana adalah:

1) Propagandakan seruan pembangunan partai buruh di antara kaum buruh, lewat serikat-serikat buruh dan juga organ-organ perjuangan lainnya.

2) Selenggarakan diskusi di antara buruh dari tingkat bawah sampai ke tingkat atas mengenai wacana pembangunan partai buruh; bentuk lingkaran-lingkaran diskusi dan kelas-kelas ekopol untuk mendiskusikan wacana partai buruh ini secara luas: Apa itu partai buruh? Mengapa dibutuhkan partai buruh? Apa saja program yang harus diusungnya? Bagaimana membangunnya?

3) Di antara buruh yang masih berilusi terhadap Jokowi ataupun Prabowo, jelaskan dengan sabar dan “mild in manner, bold in content” (lunak dalam pendekatan, keras dalam prinsip), bahwa yang dibutuhkan adalah buruh yang berdikari dengan partai buruhnya sendiri. Kaum buruh yang telah terpecah ke dalam dua kubu borjuasi ini harus disatukan kembali, dan slogan persatuannya adalah “Bangun Partai Buruh!”

Pada analisa terakhir, krisis kemanusiaan hari ini dapat direduksi menjadi krisis kepemimpinan proletariat. Pada pemilu tahun ini, momentum yang ada harus digunakan oleh setiap buruh yang revolusioner dan sadar kelas untuk menyatakan kemandirian kelasnya dan kepemimpinan kelasnya, bukannya memilih antara Jokowi atau Prabowo, bukannya memilih mana borjuasi yang lebih baik. Kita harus serukan dengan lantang dan konsisten: Kaum Buruh, Tegaskan Kemandirian Kelas dan Kepemimpinan Kelasmu! Bangun Partai Buruh!