facebooklogocolour

kazakstanPada awal 2022, pemberontakan massa pecah di Kazakhstan. Pemberontakan yang mengambil dimensi revolusioner ini dipicu kenaikan harga gas. Dalam hitungan hari saja, rezim hampir menghembuskan nafas terakhirnya. Namun, pada momen kritis inilah rezim kemudian memanggil bantuan dari Rusia untuk melakukan intervensi militer sehingga dengan cepat demonstrasi dipadamkan. Meskipun muncul teori konspirasi yang mengatakan bahwa aksi ini ditunggangi Amerika, aksi ini murni diawali oleh kaum buruh. Dari aksi ini kita dapat mempelajari banyak hal mengenai peran negara dalam kapitalisme dan pentingnya kepemimpinan dan organisasi revolusioner.

Selama puluhan tahun Kazakhstan menjadi contoh dari negara yang relatif ‘damai’. Meskipun begitu negara ini tidak kebal terhadap krisis kapitalisme dunia. Ketika harga minyak mulai anjlok, kondisi ekonomi Kazakhstan merosot tajam, dan kenaikan harga gas elpiji menjadi percikan api yang membakar amarah rakyat Kazakhstan. Amarah rakyat sesungguhnya telah menumpuk selama puluhan tahun, di mana mereka menyaksikan segelintir kapitalis dan elite-elite politik menjadi kaya dengan menjarah aset dan kekayaan bangsa sementara mereka berkubang dalam kemiskinan.

Kazakhstan merupakan bagian dari republik Uni Soviet di masa lalu, bahkan menjadi negara yang paling mendukung mempertahankan kesatuan Uni Soviet. Mayoritas penduduknya mendukung mempertahankan Uni Soviet dan hanya 5,2 persen saja penduduknya yang menentang hal tersebut pada referendum tahun 1991. Tetapi para petinggi Partai Komunis Kazakhstan pada saat itu memiliki kepentingan ingin memecah Kazakhstan dari Uni Soviet supaya mereka bisa menjadi raja-raja kecil. Dengan sinis mereka menggunakan dalih “kedaulatan nasional” dan “kebebasan” untuk membuka jalan ke restorasi kapitalisme.

Kazakhstan menjadi negara independen setelah runtuhnya Uni Soviet. Tapi negeri ini penuh dengan rintangan politik dan ekonomi, dengan setiap aparatus negaranya yang dipenuhi dengan korupsi, nepotisme, birokratisasi. Restorasi kapitalisme membawa mimpi buruk bagi rakyat pekerja Kazakhstan, sementara minoritas memperkaya diri mereka dengan menjarah aset-aset negara.

Nazarbayev, yang menjadi presiden pertama Kazakhstan yang kapitalis, sebelumnya adalah Sekretaris Pertama Partai Komunis Kazakhstan, bagian dari birokrasi Stalinis Soviet. Kasta birokrasi Soviet ini dengan mudah mengubah diri mereka menjadi kapitalis, seperti mengganti baju, seperti yang telah diprediksi oleh Leon Trotsky. Nazarbayez dan keluarganya diduga memiliki kekayaan setidaknya 7,8 miliar USD.

Kazakhstan memiliki kekayaan minyak, gas, dan bahan mentah yang besar.. Selain menggunakan fasilitas pertambangan yang telah dibentuk pada era Uni Soviet, Kazakhstan juga menambah kapasitas pertambangannya bersama perusahaan Amerika dan Eropa. Dengan demikian, bahan mentah, minyak, dan gas menjadi kekuatan ekspor utama Kazakhstan yang mencakup 70 persen dari jumlah total ekspor mereka. Industri lainnya seperti manufaktur perlahan-lahan pupus karena tidak mampu berkompetisi dengan negara tetangga mereka.

Pendapatan dari bahan mentah membawa perubahan besar pada Kazakhstan. Setelah keruntuhan pada tahun 1990an, harga minyak yang tinggi pada awal 2000an mendorong peningkatan PDB mencapai 9 sampai 10 persen per tahunnya secara konsisten. Meskipun pendapatan negara sangat besar, tapi ini tidak dinikmati oleh rakyat pekerja dan justru mengalir deras ke pundi-pundi kapital asing dan kapitalis-kapitalis baru Kazakhstan.

Ketergantungan yang besar kepada migas juga membawa malapetaka bagi mantan republik Soviet ini. Penurunan harga minyak pada 2014 membawa pengaruh yang besar bagi ekonomi. Pendapatan per kapita Kazakhstan turun dari 4500 USD pada 2014 menjadi 3500 USD pada 2019. Upah buruh terus merosot dan inflasi terus meningkat sepanjang 2020. Harga sewa tempat tinggal pun melonjak sebesar 30 persen. Inflasi yang gila-gilaan inilah yang akhirnya memicu pemberontakan sosial.

Gas digunakan di negara Eropa untuk berbagai keperluan, dari memasak, bahan bakar kendaraan, dan juga sumber penghangat waktu musim dingin. Pada waktu pandemi, kebutuhan domestik akan gas turun, sehingga produsen berfokus pada ekspor. Namun, ketika kebutuhan naik kembali pada 2021, terjadi kekurangan stok yang diperparah dengan adanya insiden pipa gas pada 5 Agustus 2021. Melihat penjualan gas ke Rusia lebih menguntungkan, pemerintah Kazakhstan memutuskan untuk melakukan liberalisasi yang membuat harga gas melonjak 2 kali lipat, dari 50-60 tenge menjadi 120 tenge (mata uang Kazakhstan).

Sebagai tindakan protes, buruh-buruh di kota Zhanaozen turun ke jalan pada 2 Januari 2022. Aksi ini kemudian direspons di berbagai daerah. Esok harinya pemogokan buruh kilang minyak terjadi. Sebagai tanggapan atas protes ini, perusahaan menolak untuk memulangkan buruh dari tempat kerja mereka sehingga para buruh harus berjalan puluhan kilometer menerjang cuaca yang dingin. Aksi solidaritas dari buruh di kota lain pun terjadi, terutama di kota Mangystau dan Atyrau.

Pada tahap ini buruh memajukan tuntutan ekonomis dan politis. Secara ekonomis mereka meminta kenaikan gaji sebesar 100 persen, perubahan regulasi dan penurunan harga kebutuhan pokok; serta perbaikan kondisi lingkungan kerja mereka. Secara politis mereka menuntut kebebasan berekspresi dan berorganisasi karena dua perangkat ini penting bagi perjuangan buruh yang selama ini dikekang oleh pemerintah demi menarik investor asing. Pada awalnya pemerintah tidak menanggapi permintaan buruh dengan alasan bahwa kenaikan harga disebabkan oleh pasar. Namun karena tekanan protes yang besar ini, pemerintah menelan ludah sendiri. Akhirnya pemerintah berjanji untuk menurunkan harga elpiji menjadi 85-90 tenge.

Konsesi yang diberikan pemerintah tidak mampu mengubah situasi, terutama dengan janji penurunan harga yang masih jauh di atas tuntutan sebenarnya yaitu 50 tenge. Tidak hanya itu. Konsensi yang dimenangkan ini membuat buruh menjadi semakin percaya diri dan yakin bahwa mereka bisa menang dengan meluncurkan aksi massa. Alih-alih meredam kemarahan massa, konsesi yang diberi pemerintah justru semakin membuat massa berani. Aksi-aksi susulan yang dengan cepat menyebar ke seluruh negeri. Pemogokan buruh menyebar hingga pemberontakan sosial terjadi di kota-kota sebagai aksi solidaritas terhadap buruh di Zhanaozen. Tuntutan mulai bertambah secara ekonomi dan politis dengan demonstran menuntut amnesti pinjaman, reformasi pemerintahan menuju sistem yang lebih demokratis, dan pembebasan tahanan politik. Puluhan ribu demonstran di kota besar seperti Zhanaozen dan Aktau dengan cepat bergerak dan menghentikan provokasi dari aparat.

Di Almaty, pusat pemerintahan negara, kepolisian Almaty berusaha meredam demonstrasi dengan menghentikan internet dan menangkapi para demonstran, namun mereka tidak dapat menghentikan laju demonstrasi ini. Pada 4 Januari, demonstran berkumpul di Republic Square, pusat gedung pemerintahan, dan mulai bentrok dengan aparat. Suara tembakan dan asap gas air mata memenuhi wilayah ini. Meskipun ada aparat melakukan represi, tapi pada akhirnya demonstran berhasil menduduki gedung pemerintahan.

Pada 5 Januari kekuatan demonstran begitu mendominasi sehingga muncul beberapa momen persatuan antara aparat dan demonstran. Bahkan juga terdapat situasi dimana aparat menolak perintah dari atasan mereka sendiri. Inilah wujud dari kekuatan massa, yang mampu menghancurkan garis komando aparat. Bila polisi bawahan menyaksikan gerakan massa yang begitu besar dan punya peluang riil untuk menang, maka mereka tidak akan takut untuk membangkang pada perintah atasan mereka. Tetapi bila tidak ada kemungkinan menang, maka polisi atau tentara bawahan akan memilih mengikuti garis komando daripada dikenakan mahmilub nantinya.

Melihat situasi yang ada, rezim jelas berada dalam bahaya. Rezim mencoba memulihkan keadaan. Presiden Tokayevmengambil alih kursi kepemimpinan Dewan Keamanan dan mendeklarasikan keadaan darurat. Rezim memanggil pasukan dari CSTO, blok keamanan bentukan Rusia, untuk menghentikan demonstrasi. Rezim Rusia punya kepentingan untuk meredam gerakan ini karena khawatir ini akan menjadi teladan bagi gerakan buruh Rusia. Dengan mengerahkan pasukan asing, Tokayev memulihkan moral aparat keamanan yang sebelumnya goyah karena masifnya gerakan massa. Dengan melabel tindakan ini sebagai “operasi konter-terorisme”, para demonstran dilumpuhkan dengan brutal. Titik puncak operasi ini adalah penembakan ratusan demonstran damai di Republic Square pada malam 6 Januari. Ratusan orang tewas dan ribuan lainnya pada akhirnya ditangkap.

Peran negara borjuis terbongkar. Pemerintah menggunakan alat kekerasan untuk memadamkan demonstrasi buruh, bahkan tidak segan menggunakan bantuan dari luar negeri. Hal ini sesuai dengan penjelasan Lenin pada salah satu karya terbaiknya, Negara dan Revolusi bahwa “Negara adalah produk dan manifestasi dari tak terdamaikannya antagonisme-antagonisme kelas.”

Meskipun pemberontakan massa di Kazakhstan berakhir dengan kekalahan telak dan pertumpahan darah, namun pencapaian atas peristiwa ini menunjukkan potensi kekuatan buruh. Pengalaman buruh yang terbentuk sejak aksi pemogokan buruh di Mangystau 2008 yang menuntut nasionalisasi industri minyak membawa mereka pada kesimpulan bahwa sistem kapitalisme harus digantikan. Namun kekurangan aksi ini adalah tidak adanya kepemimpinan revolusioner atau partai revolusioner yang mampu mengorganisir gerakan buruh dan demonstran menuju kesimpulan terakhir, yaitu penggulingan sistem kapitalisme dan menggantinya dengan sosialisme.

Sayangnya, pemimpin reformis kiri di Kazakhstan tidak mampu mengambil peran dan langkah revolusioner. Aynur Kurmanov, salah satu pemimpin gerakan sosialis Kazakhstan yang berada dalam pengasingan, memiliki ilusi terhadap kekuatan oposisi borjuis liberal. Dia berpendapat bahwa kekuatan borjuis liberal akan lebih baik daripada rejim hari ini, karena setidaknya mampu memberikan kaum buruh sedikit kebebasan, dengan diperbolehkannya membentuk serikat buruh independen. Dia mengatakan: “Kelompok sayap kiri yang ada di Kazakhstan lebih seperti lingkaran kecil dan tidak dapat secara serius mempengaruhi jalannya peristiwa. Kekuatan asing dan oligarki akan mencoba untuk mengambil atau setidaknya menggunakan gerakan ini untuk tujuan mereka sendiri. Jika mereka menang, redistribusi properti dan konfrontasi terbuka antara berbagai kelompok borjuasi, 'perang semua melawan semua', akan dimulai. Tetapi bagaimanapun juga, para pekerja bisa memenangkan kebebasan tertentu dan mendapatkan peluang baru, termasuk untuk pembentukan partai mereka sendiri dan serikat buruh independen, yang akan memfasilitasi perjuangan untuk hak-hak mereka di masa depan.”

Sungguh para pemimpin ini tidak ada bedanya dengan kaum liberal. Kita harus memperingatkan terhadap segala ilusi ini. Adalah kriminal bagi kelas pekerja dan gerakan revolusioner mempromosikan kekuatan kaum liberal borjuis untuk berkuasa. Pernyataan ini merupakan kesalahan besar yang menunjukkan pesimisme dan keraguan besar akan gerakan buruh. Di saat gerakan buruh menunjukkan potensinya, orang-orang ini segera mundur dan menjadi rem bagi gerakan.

Tanpa bantuan reformis kiri ini, kapitalisme sudah pasti digulingkan di Kazakhstan. Pengalaman menunjukkan bahwa kolaborasi kelas ini membawa konsekuensi berbahaya, seperti halnya yang terjadi di Myanmar dengan Aung San Suu Kyi dan partai National League for Democracy yang liberal, yang berulang kali menjadi peredam gerakan massa. Juga seperti yang ditunjukkan oleh gerakan Maidan Ukraina yang didominasi oleh kaum liberal, yang hanya membawa Ukraina terombang-ambing di antara kekuatan Uni Eropa dan Putin. Kaum liberal dan oligarki di Kazakhstan tidak mengambil peran dan hanya mampu mengumpat tindakan kekerasan dan penjarahan yang terjadi tanpa mampu memberikan penjelasan dan solusi yang revolusioner. Pembebasan kaum buruh dan rakyat tertindas harus dicapai dengan tangan mereka sendiri.

Melihat dampak demonstrasi Kazakhstan, muncul sebuah teori konspirasi yang mengatakan bahwa aksi ini adalah usaha intervensi Amerika demi mengisolasi Rusia. Namun, kenyataannya Amerika telah lama menapakkan kakinya di perekonomian Kazakhstan melalui perusahaan minyak seperti ExxonMobil dan Chevron. Selain itu, juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Ned Price menekankan, Kazakhstan adalah rekan Amerika Serikat di wilayah Asia Timur. Bahkan Amerika dan Rusia bukanlah satu-satunya rekan utama Kazakhstan karena semenjak rezim Nazarbayev, pemerintah berusaha menyeimbangkan hubungan dengan negara lain seperti Tiongkok dan Turki untuk keuntungan mereka sendiri. Tidak ada konspirasi, melainkan hanya permainan pasar global kapitalisme!

Respons dari Amerika terhadap situasi Kazakhstan juga mencerminkan kelumpuhan dan kekhawatiran negara imperialis terbesar dunia. Ned Price hanya mampu berharap bahwa krisis politik dan ekonomi yang dihadapi pemerintah Kazakhstan dapat segera diatasi. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Anthony J. Blinken saat berbicara dengan Menteri Luar Negeri Kazakhstan, Mukhtar Tileuberdi juga mengharapkan situasi krisis dapat diselesaikan dengan damai dan menghormati hak asasi manusia.

Kedua pernyataan tersebut mencerminkan kecemasan Amerika atas stabilitas Kazakhstan di masa depan serta ketidakmampuan mereka untuk melakukan intervensi. Meskipun ada kemungkinan Putin meminta imbalan atas intervensi Rusia di Kazakhstan, Putin juga menunjukkan kekhawatirannya pada potensi penyebaran krisis di Kazakhstan yang akan mengganggu stabilitas Rusia.

Amerika Serikat pada akhirnya harus bergantung pada Rusia untuk kestabilan Kazakhstan. Dari tindakan kedua negara besar tersebut terhadap Kazakhstan, dapat disimpulkan bahwa bahkan negara terbesar di dunia pun mulai panik dan tak berdaya menghadapi krisis kapitalisme. Kondisi Kazakhstan yang berubah dengan cepat menunjukkan bahwa kapitalisme tengah memasuki krisis yang mendalam. Dengan krisis politik, ekonomi, dan sosial, cara-cara lama semakin tidak efektif digunakan untuk menenangkan massa. Massa buruh akan terus belajar dari kekalahannya, dan kekalahan yang dialami buruh dan demonstran saat ini hanyalah awal dari periode yang penuh dengan ketidakstabilan bagi Kazakhstan. Mungkin pada saat ini akan muncul demoralisasi hebat dalam gerakan. Tetapi setelah melewati periode demoralisasi, kelas buruh akan bangkit kembali. Keberadaan organisasi revolusioner di masa ini menjadi sangat penting, untuk menghimpun lapisan muda dan buruh yang telah teradikalisasi, menyelamatkan mereka dari demoralisasi, dan menyiapkan mereka untuk membawa amarah buruh dan massa selanjutnya menuju kemenangan sejati, yaitu sosialisme!