facebooklogocolour

Memperingati hari ulang tahun Lenin, kami terbitkan artikel yang mengulas mengenai masa muda Lenin dan masa-masa awal yang membentuk perkembangan politik masa depannya.

Sudah banyak yang sudah ditulis mengenai pencapaian-pencapaian Lenin sebagai pemimpin Bolshevik dan Revolusi Oktober. Capaian-capaiannya sebagai seorang individu tidak ada tandingannya di dalam sejarah peradaban manusia. Hampir tidak perlu lagi kita mengulang apa saja yang sudah ditulis oleh kamerad-kameradnya, para sejarawan, dan bahkan para musuhnya, mengenai kehidupannya sebagai seorang Marxis. Akan tetapi, masa muda Lenin adalah satu hal yang menarik bagi kita karena situasi dunia yang sedang kita masuki hari ini.

Dunia hari ini adalah sebuah dunia yang dipenuhi dengan gejolak. Generasi baby boomers – yakni mereka-mereka yang hidup di periode boom paska Perang Dunia II -  telah pudar. Generasi baru hari ini adalah generasi yang tidak akan menyaksikan boom dan konsesi-konsesi apapun, dan hanya akan menyaksikan serangkaian serangan, serangkaian shok, dan kebangkrutan dari sebuah sistem yang menolak mati. Ini akan membentuk kesadaran jutaan kaum muda, yakni kaum muda yang tidak bisa tidak memberontak di dalam masyarakat yang tidak mampu menyediakan mereka ruang untuk kreatifitas dan semangat mereka. Di dalam konteks inilah kita akan mengulas masa muda Lenin yang dapat memberikan kita gambaran mengenai generasi muda kita hari ini, Lenin bukan sebagai individu tetapi Lenin sebagai produk dari seluruh sejarah Rusia.

Dalam menilai peran Lenin pada bulan April 1917 ketika dia mempersenjatai ulang Partai Bolshevik dengan Tesis April-nya yang terkenal, Trotsky mengkarakterisasikan tempat yang diduduki oleh partnernya dalam sejarah secara dialektis:

“Kedatangan ‘tiba-tiba’ Lenin dari luar negeri setelah absen yang lama, hingar bingar pers di sekitar namanya, benturannya dengan semua pemimpin partainya sendiri dan kemenangan cepatnya terhadap mereka – dalam kata lain, seluruh situasi yang ada di sekitarnya – membuat begitu mudah bagi kita untuk mengkontraskan secara mekanikal sang individu, sang pahlawan, sang jenius, dengan kondisi-kondisi objektif, massa, partai. Pada kenyataannya, kontras semacam ini sangatlah berat sebelah. Lenin bukanlah elemen aksidental dalam perkembangan sejarah, tetapi adalah produk dari seluruh sejarah masa lalu Rusia. Dengan akar yang sangat dalam dia merasukinya. Bersama-sama dengan kaum pelopor buruh, dia telah hidup melalui perjuangan mereka dalam seperempat abad terakhir.”[1]

Analisa Trotsky dapat ditarik lebih jauh ke belakang ke masa muda Lenin, yakni Lenin sebagai produk dari seluruh sejarah masa lalu Rusia, sampai ke periode sebelum dia lahir, tahun 1860an – permulaan Narodniki. Bukan tanpa sengaja kalau Trotsky, dalam bukunya “Lenin Muda”, mendedikasikan dua bab untuk berbicara mengenai periode Narodniki ini.

Kaum Intelektual dan Kaum Tani Rusia

Pada akhir 1850an, Kerajaan Imperial Rusia adalah salah satu dari sedikit bangsa di Eropa yang belum menghapus feodalisme. Sementara, kehidupan ekonomi Rusia semakin lama semakin terikat dengan kapitalisme Eropa. Berniat untuk tumbuh dan berkembang secara industrial, pemerintahan Rusia sadar akan perlunya menghapus sistem perhambaan untuk menciptakan sumber tenaga kerja yang bebas bergerak dan menghapus mir yang insular dan swasembada guna menciptakan ekonomi pasar. Pemerintahan feodal Rusia terpaksa menjalankan tugas-tugas borjuis karena tidak ada kaum borjuasi Rusia yang dapat menjalankan tugas-tugas ini. Akan tetapi reforma agraria dengan dekrit ini menghadapi kontradiksi-kontradiksi yang tak dapat terselesaikan. Penghapusan penuh sistem perhambaan hanya dapat berarti penghapusan penuh kaum tuan tanah, oleh karenanya sebuah reforma agraria yang seperti Revolusi Inggris dan Prancis adalah mustahil. Tsar harus memikirkan cara bagaimana “membebaskan” kaum tani dari tanah tanpa membebaskan mereka dari cengkraman tuan tanah. Inilah mengapa Manifesto Emansipasi yang diproklamirkan oleh Tsar pada 19 Februari 1861 disambut dengan kekecewaan dan perlawanan dari kaum tani. Akan tetapi, perlawanan kaum tani Rusia semenjak awal sudah bernasib malang dan ditakdirkan gagal, di satu pihak karena karakter inheren dari kelas tani – yang insular, teratomisasi, dan terbelakang – dan di pihak lain karena aparatus represif Tsar yang luar biasa, yang mengkombinasikan kekejaman inkuisisi feodal dengan aparatus negara borjuis moderen.

Kaum intelektual Rusia mencoba memimpin kaum tani. Mereka dilahirkan di sebuah negeri dimana kelas feodal sedang membusuk dengan kecepatan yang lebih cepat daripada kebangkitan kaum borjuasi. Kaum intelektual ini pecah dari keterbelakangan dan kebudayaan bangsawan Rusia dan gereja yang apek. Tetapi mereka tidak dapat menemukan kaum borjuasi Rusia, yang masih terlalu primitif dan kasar. Kaum intelektual ini tidak mempunyai tempat di Rusia, tidak punya kelas dominan dimana mereka dapat bersandar, dan oleh karenanya terpaksa mewakili kelas yang tertindas, kaum tani. Takut terhadap keterisolasiannya sendiri dan jumlahnya yang kecil, kaum intelektual harus menyangkal dirinya sendiri dan menjadi bagian dari rakyat, yang secara fundamental adalah rakyat tani. Mereka mencoba turun ke kaum tani, berpakaian seperti mereka, makan seperti mereka, dan bahkan bekerja dengan bajak dan kampak.

Pada 1860, lingkaran kecil intelektual bawah tanah yang pertama dibentuk, yang dikenal sebagai “Rusia Muda”, yang tujuan segeranya adalah “revolusi yang berdarah-darah dan penuh, yang akan secara radikal mengubah seluruh fondasi masyarakat hari ini.” Banyak lingkaran yang serupa muncul dan mencoba membangkitkan kaum tani. Akan tetapi, revolusi yang diharap-harap tak kunjung tiba. Dalam cara berpikir lingkaran-lingkaran ini, gagasan megah revolusi harus dipaksakan kepada kaum tani,

Maka dari itu, pada 4 April 1866, Dimitri Karakozov, seorang mantan mahasiswa berumur 25 tahun, anak seorang bangsawan, menembakkan peluru yang pertama ke Tsar Alexander II. Dalam enam tahun, kaum intelektual telah menyelesaikan siklus kecilnya yang pertama: dari harapan untuk pemberontakan kaun tani yang segera melalui propaganda dan agitasi, ke teror individual.

Tahun 1870an membuka siklus kedua dari gerakan intelektual ini. Gerakan ini jauh lebih luas dalam skala dan intensitasnya. Dalam jumlah ribuan, kaum muda dan mudi, kebanyakan mantan pelajar, memulai gerakan “turun ke rakyat”, sebuah ziarah ke desa-desa dengan tujuan membawa propaganda revolusioner ke seluruh penjuru Rusia, untuk memercikkan pemberontakan popular.

Akan tetapi, kendati skala gerakan ini yang luas, kenyataan mengkhianati harapan mereka. Kaum tani tidak merespon seruan mereka, dan dalam kebanyakan kasus kaum tani mencurigai dan memusuhi propaganda mereka, karena mereka tidak mempercayai apapun yang datang dari kota.

Kita berakhir dengan serangkaian tahapan yang sudah kita kenal: dari harapan untuk pemberontakan popular ke teror individual. Dan kali ini siklus ini ditutup dengan sebuah ledakan besar. Pada 1 Maret, 1881, seorang anak muda bernama Grinevitsky, seorang anggota Narodnaya Volya (Kehendak Rakyat), melempar sebuah bom dan membunuh Tsar Alexander II.

Akan tetapi, bahkan dengan tumpahnya darah Tsar, tidak ada petani yang terbangkitkan. Tsar yang baru, Alexander III, yang melihat bahwa para teroris ini tidak mewakili siapapun kecuali romantisme mereka sendiri, membuka sebuah periode reaksi. Pemerintah mengambil langkah-langkah tegas: merepresi kaum intelektual liberal, meremukkan aktivitas-aktivitas pelajar, menyingkirkan buku-buku berbahaya dari perpustakaan, dsb.

Edisi terakhir jurnal Narodnaya Volya yang terbit pada 1 Oktober, 1885, mengambarkan moral gerakan dengan warna-warna yang gelap: “Kehancuran total intelektual, kekacauan dari opini-opini yang paling berkontradiksi dari masalah-masalah kehidupan sosial yang paling dasar ... di satu pihak, pesimisme personal dan sosial, di pihak lain, mistisisme sosio-relijius.”

Tahun 1880an membunyikan lonceng kematian dari kaum intelektual revolusioner tipe Narodnaya. Berpas-pasan dengan periode reaksi ini adalah masuknya kaum borjuasi Rusia ke panggung sejarah, dan sebagai akibatnya adalah borjuasifikasi kaum intelektual yang tak terelakkan. Tugas revolusioner kaum intelektual terhadap rakyat digantikan dengan individualisme borjuis.

Kakak Lenin dan Kejadian 1 Maret

Masa muda Lenin tidak dapat dipisahkan dari kakak laki-lakinya, Alexander Ulyanov, yang dilahirkan 4 tahun lebih awal. Sejak dia kecil, Lenin selalu mengikutinya dan mencoba mencontohnya. Ketika Lenin kecil, yang saat itu dipanggil Volodya, ditanya apakah sereal baiknya dimakan dengan mentega atau susu, dia menjawab: “Seperti Sasha [Alexander].” Kematian kakaknya, ketika Lenin baru saja beranjak 17 tahun, sangatlah penting dalam menentukan masa depannya.

Alexander masuk Universitas Petersburg pada 1883, ketika demoralisasi politik rampan di kalangan kaum intelektual muda. Pada tiga tahun pertamanya di universitas, Alexander hanya belajar saja, kepalanya penuh dengan tabel periodik Medeleyev. Akan tetapi, Alexander tidak dapat menghindari nasibnya yang telah ditentukan oleh perubahan besar yang sedang terjadi di atmosfir politik saat itu setelah pembunuhan Tsar Alexander II. Rejim sekolah sangatlah tidak tertanggungkan: kejam, apek, dan mencekik. Seorang penyair, Semyon Nadson, dari generasi yang sama seperti Alexander, menulis mengenai periode sekolah di kehidupannya: “Terkutuklah kau masa-masa muda! Kau lewat tanpa cinta, tanpa persahabatan atau kebebasan.” Dari sinilah kejadian 1 Maret 1887 bermula.

Aktivitas publik pertama Alexander mengambil tempat di Pemakaman Volkovo. Pada 1886, dia secara aktif mempersiapkan peringatan 25 tahun Reforma Tani, dengan mengadakan rally di pemakaman untuk mereka-mereka yang telah berjuang untuk pembebasan kaum tani. Pada 17 November, para mahasiswa yang sama, hampir seribu dari mereka, berkumpul di Pemakaman Volkovo untuk memperingati 25 tahun kematian  Dobrolyubov, seorang kritikus ternama saat itu. Kali ini para mahasiswa dikepung oleh pasukan Cossack, dan banyak yang ditangkap. 40 mahasiswa dikeluarkan dari universitas. Kenyataan bahwa anak-anak muda ini begitu bersikeras melakukan ziarah ke pemakaman para pejuang masa lalu sebagai aksi politik mereka adalah testimoni yang begitu jernih akan dalamnya depresi moral dan politik pada periode itu.

Perdebatan meledak di antara para mahasiswa: apa yang dapat kita lakukan? Seruan mereka untuk masyarakat yang lebih bebas tidak didengar oleh siapapun. Di hadapan keimpotenan politik dan rasa geram, masa lalu telah menyediakan mereka sebuah jawaban: Teror! Awalnya Alexander menentang kesimpulan ini, mengatakan bahwa ini absurd dan bahkan adalah aksi bunuh diri bila mereka mencoba melakukan aktivitas politik sebelum mereka mencapai padangan politik yang tepat. Yang lain menjawabnya: apakah kita akan duduk diam saja sementara kekerasan merajalela dan rakyat kita ditindas? Alexander mengalah.

Para konspirator memutuskan untuk membunuh Tsar pada 1 Maret 1887. Akan tetapi, rencana yang dilakukan karena keputusasaan pasti gagal. Mereka semua ditangkap pada sore hari tanggal 1 Maret, bahkan sebelum mereka punya kesempatan untuk mengeksekusi rencana mereka. Pidato Alexander di pengadilan mengungkapkan pesimisme yang menjadi dasar dari aksi mereka: “Kita sama sekali tidak punya sebuah kelas yang tersatukan dengan kuat yang dapat melawan pemerintah ... kaum intelektual kita terlalu lemah secara fisik dan tidak terorganisir sehingga saat ini kita tidak dapat melakukan sebuah perlawanan terbuka ... Kaum intelektual yang lemah, yang terpisah dari kepentingan massa ... hanya dapat mempertahankan haknya untuk berpikir dengan terorisme.”[2] Pada 8 Mei, Alexander bersama kawan-kawannya yang lain digantung.

Eksekusi kakaknya menggoncang Lenin, bahkan lebih menggoncangnya karena dia tidak pernah mengetahui pemikiran revolusioner kakaknya. Alexander tidak pernah mencoba sama sekali untuk mempengaruhi Lenin, dan dia melakukan ini karena dia sendiri ada dalam kebingungan dan tidak dapat melihat jalan ke depan. Dia berpikir pada dirinya sendiri: buat apa melibatkan Volodya [Lenin] dalam perjuangan politik yang sedang dalam jalan buntu? Terlebih lagi, Lenin muda ada dalam dunianya sendiri: sajak dan sastra. Satu hari pada musim panas 1886 ketika kedua kakak beradik ini berbagi kamar tidur, ketika kakaknya membaca Das Kapital dengan serius, Volodya, berbaring di sofa, sedang membaca dan membaca-ulang novel-novel Turgenev dan begitu gandrung dengan novel-novel ini. Lenin sama sekali tidak tertarik dengan buku yang sedang dibaca dengan begitu seriusnya oleh kakaknya. Ini tiba-tiba berubah dengan eksekusi kakaknya.

Akan menjadi pekerjaan yang sia-sia untuk mencoba berspekulasi apakah Lenin akan memutuskan untuk menjadi seorang revolusioner bila kakaknya tidak mati sebagai martir. Rusia dipenuhi dengan cukup alasan untuk mengubah seorang anak muda menjadi revolusioner, dan perkembangan politik Lenin bukanlah sesuatu yang unik. Pada awal 1890an, banyak kaum intelektual muda yang bergerak ke Marxisme karena berbagai faktor historis: transformasi kapitalis di Rusia, bangkitnya kaum proletar Rusia, dan jalan buntu yang dihadapi oleh kaum intelektual Narodnik. Di pihak lain, menyapu ke samping atribut-atribut personal dengan generalisasi historis tidak akan membantu kita sama sekali untuk memahami perkembangan Lenin sebagai seorang individu dan produk sejarah, dan mengapa dia berbeda dari ratusan, bila bukan ribuan, anak muda yang bergerak ke Marxisme.

Pertemuan Pertama dengan Revolusi

Setelah kematian kakaknya, Lenin menjadi tertarik dengan pemikiran yang mendorong kakaknya melakukan aksi revolusioner, awalnya bukan karena rasa ingin tahu intelektualnya, tetapi lebih karena dia ingin memahami kakaknya. Dia tahu kalau kakaknya sangat menghormati Nikolay Chernyshevsky, seorang revolusioner dan pendiri filsafat Narodnisme. Novelnya “What is to be done?”, yang ditulisnya pada awal 1860an ketika sang penulis ada di penjara, adalah sebagian novel dan sebagian propaganda, yang memberikan dorongan revolusioner dan filsafat bagi kaum muda pada periode tersebut. Ketika berumur 14, Lenin telah membacanya dengan dangkal. Sekarang dia mencoba membacanya lagi, kali ini lebih serius dan dengan sadar mencoba memahami motivasi yang mendorong kakaknya ke tiang gantung. Lenin menulis ini mengenai novel “What is to be done”:

“Novel Chernyshevsky terlalu rumit, terlalu penuh dengan pemikiran dan gagasan-gagasan, untuk dapat dipahami dan dihargai ketika kita masih sangat muda. Saya sendiri mencoba membacanya ... ketika saya berumur 14 tahun ... ini adalah pembacaan yang tidak berguna dan dangkal yang tidak membawa ke kesimpulan apapun. Tetapi setelah eksekusi kakak saya, karena saya tahu bahwa novel Chernyshevsky adalah salah satu karya favoritnya, saya mulai membacanya dengan serius, bukan dalam beberapa hari tetapi dalam beberapa minggu. Hanya setelah itu saya memahami kedalaman buku ini. Ini adalah sebuah buku yang memberikan seseorang sebuah dorongan untuk seluruh hidupnya.”[3]

Dari Chernyshevsky-lah Lenin mendapatkan semangat revolusioner yang sebelumnya tidak dia miliki, dimana menurut Lenin What is to be done? “tidak hanya menunjukkan bahwa setiap orang yang berpikir baik dan benar-benar jujur harus menjadi seorang revolusioner, tetapi juga sesuatu yang lebih penting: bagaimana seorang revolusioner harus bertindak, apa aturan-aturan yang harus diikutinya, bagaimana dia harus mendekati tujuannya dan metode apa yang harus dia gunakan untuk mencapainya.”[4] Terlebih lagi, dari membaca Chernyshevsky – yang didorong oleh hasratnya untuk lebih memahami kakaknya – Lenin pertama kali bersentuhan dengan filsafat materialisme dan dialektika Hegel.

“Saya berhutang budi kepada Chernyshevsky untuk perkenalan pertama saya dengan filsafat materialisme. Dan dia adalah yang pertama menunjukkan kepada saya peran Hegel di dalam perkembangan pemikiran filsafat; dari dia saya mendapatkan konsepsi metode dialektika, yang setelahnya jauh lebih mudah untuk memahami dialektika Marx ... Saya membaca Chernyshevsky dengan pensil di tangan, menulis catatan yang panjang dan meringkas apa yang telah saya baca. Catatan-catatan dimana semua ini tertulis saya simpan dengan saya cukup lama ... Sebelum saya berkenalan dengan karya-karya Marx, Engels, dan Plekhanov, hanya Chernyshevsky yang memiliki pengaruh besar bagi saya, sebuah pengaruh yang luar biasa.”[5]

Pengaruh Chernyshevsky terhadap Lenin dalam perjalanannya ke Marxisme bukanlah sesuatu yang unik. Plekhanov, Bapa Marxisme Rusia, juga membaca karya-karya Chernyshevsky pada masa mudanya sebelum dia menjadi seorang Marxis. “Perkembangan intelektual saya sendiri terjadi di bawah pengaruh besar Chernyshevsky,” tulis Plekhanov di kemudiaan hari.

Jalan ke Marxisme

Langkah pertama yang diambil Lenin menuju Marxisme menunjukkan dengan jelas bahwa perkembangan politiknya bukanlah sebuah garis lurus. Dunia sajak dan sastra Lenin yang damai tiba-tiba terusik dengan keras oleh kematian kakaknya, namun dia tidak segera meloncat ke Marxisme. Para penulis biografi Soviet – yakni para epigon – mencoba memberikan Lenin muda sebuah kekuatan intelektual yang seperti Tuhan, bahwa dia merangkul Marxisme dengan pemikirannya sendiri. Cerita-cerita diciptakan bahwa rumah keluarga Ulyanov adalah seperti klub politik, dimana Lenin secara aktif terlibat di dalamnya, dan bahwa pada 1887 Lenin sudah menjadi seorang Marxis, dan lebih banyak lagi hal-hal yang tidak logis dan menyangkal kenyataan. Tidak senang dengan Lenin yang ada, para epigon menginginkan seorang Lenin yang lebih baik, sebuah Lenin yang tidak bisa salah, yang perkembangannya menyangkal hukum Marxisme itu sendiri.

Lenin pertama kali berbenturan dengan pihak otoritas 4 bulan setelah dia diterima masuk sekolah hukum di Universitas Kazan. Pada 4 Desember 1887, para mahasiswa Universitas Kazan melakukan demonstrasi dan Lenin ikut berpartisipasi. Demo ini bukan untuk menuntut penumbangan Tsar, tetapi hanya menuntut hak untuk punya kantin ruang makan dan ruang membaca. Lenin bukanlah salah satu pemimpin demo ini. Akan tetapi, nama keluarganya yang buruk sudah merupakan alasan yang cukup bagi pihak otoritas untuk menangkapnya dan mengeluarkannya dari universitas. Inspektur polisi dalam laporannya menulis: “Menimbang situasi unik yang menimpa keluarganya, sikap Ulyanov ini mendorong sang inspektur untuk menganggapnya sepenuhnya mampu melakukan berbagai demonstrasi tidak legal dan kriminal.”

Sejak dikeluarkan dari 1887 sampai kedatangannya di St. Petersburg pada 1893 dimana dia secara efektif memulai kerja revolusionernya, Lenin mempersiapkan dirinya secara teoritis. Lenin sebagai seorang penulis belum muncul sampai pada tahun 1893, dengan karya pertamanya “On the So-called Market Question”. Bukanlah pemahaman sadar dari Lenin tentang perlunya gagasan revolusioner sebelum memulai aksi politik yang mendorongnya untuk menyendiri selama 6 tahun, mengembangkan dirinya sendiri dan menyerap filsafat dialektika materialisme. Situasi unik seperti dikirim ke sekolah di Kazan yang terpencil – walaupun dia segera dikeluarkan -, dan kemudian dikirim untuk tinggal di desa terpencil Kokushnino, dan kemudian pindah ke sebuah ladang tani terpencil di Samara, dan situasi historis umum dimana ada periode reaksi kejam dari Tsar dan kemunduran politik kaum intelektual, semua ini mencegah Lenin untuk segera terjun ke aksi politik langsung. Dan dia menggunakan waktu ini dengan baik.

Sementara di Kokushkino yang terpencil, dimana dia tinggal di rumah kakeknya, dia menemui sebuah rak buku tua dengan buku-buku milik almarhum pamannya yang banyak membaca pada jamannya. Beberapa ratus buku dan sejumlah set jurnal progresif Rusia, inilah pilihan buku yang dimiliki Lenin, yang sungguh kebetulan. Dengan rakus buku-buku ini dilahap oleh Lenin muda. Akan tetapi rak buku ini tidak cukup. Lenin harus ke perpustakaan dan keluarganya juga berlangganan koran liberal. Di sini, dia pertama kali belajar bagaimana membaca koran harian secara kritis, sebuah seni yang rumit dimana dia akhirnya menjadi mahir.

Pada musim gugur 1888, Lenin diijinkan kembali ke Kazan. Dia berkenalan dengan beberapa orang, dan bergabung dengan sebuah lingkaran anak muda di sekitar seorang anggota tua Narodnaya, Chetvergova. Lingkaran Kazan ini bukanlah sebuah kelompok konspirasional, karena situasi politik dan moral yang sedang menurun tidak memungkinkannya. Peristiwa 1 Maret 1887 praktis adalah goncangan terakhir dari periode Narodnaya. Lingkaran ini hanyalah sebuah kelompok diskusi yang berkumpul di sekitar Chetvergova, yang Lenin hormati seperti seorang rekrut muda yang masih hijau terhadap veteran tua yang penuh dengan bekas luka perang. Dari lingkaran inilah Lenin mendapatkan Das Kapital, sebuah harta karun langka di Kazan karena buku ini telah ditarik dari perpustakaan dan disita dari rumah-rumah orang.

Halaman-halaman Das Kapital membuka mata Lenin seperti halnya mata kakaknya beberapa tahun yang lalu. Akan tetapi, perbedaannya adalah bahwa gagasan Marx benar-benar membuatnya bersemangat. Dia akhirnya memahami dunia yang dia tinggali. Dia akan duduk dengan kakak perempuannya dan mencoba menjelaskan kepadanya misteri-misteri nilai lebih dan eksploitasi kapitalis. Sebaliknya, Alexander, dipenuhi dengan pesimisme yang rampan pada periodenya, tidak dapat berbagi penemuannya dengan saudara-saudarinya.

Dalam tahun-tahun berikutnya, Lenin mendapatkan lebih banyak lagi karya Marxis. Akan tetapi, Lenin hanya pecah sepenuhnya dari tradisi populisme Rusia setelah berkenalan dengan karya-karya Plekhanov pada awal 1891, dan lalu sejak itu dia menjadi seorang Marxis. Pada 1893, dia pindah ke St. Petersburg dan memulai sebuah perjalanan yang nantinya tidak hanya mengubah jalannya sejarah Rusia tetapi juga sejarah dunia.

Peran Individu dalam Sejarah

Sampai pada tingkatan mana karakter-karakter pribadi Lenin mempengaruhi perkembangannya untuk menjadi pemimpin Revolusi Oktober? Plekhanov, dalam karya briliannya “Peran Individu dalam Sejarah”, menulis sebagai berikut:

“Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan ciri-ciri tertentu dari karakter mereka individu-individu dapat mempengaruhi nasib masyarakat. Kadang-kadang pengaruh ini sangatlah besar; tetapi kemungkinan untuk menggunakan pengaruh ini, dan tingkatannya, ditentukan oleh bentuk organisasi masyarakat, oleh relasi kekuatan-kekuatan di dalamnya. Karakter dari seorang individu menjadi sebuah “faktor” di dalam perkembangan sosial hanya dimana, kapan, dan pada tingkatan mana yang diijinkan oleh hubungan-hubungan sosial.”

Melihat hidupnya semenjak masa kanak-kanak, bahkan sebelum dia bergerak ke politik, kita sudah dapat melihat karakter-karakter unik yang memisahkan dia dari banyak anak muda lainnya dari generasinya yang juga bergerak ke Marxisme: rasa tanggungjawab, kedisplinan, dan kerapian. Semenjak dia masih muda, orangtuanya mengajari dia dan saudara-saudarinya untuk “hemat uang, rapi, dan menghargai kerja kerja dan hasilnya.” Beranjak dewasa, dia sangat tidak menyukai kemalasan, ketidakrapian, dan sikap foya-foya, dan terutama di dalam partai Bolshevik dimana tindakan dan sikap profesional diharapkan dari mereka-mereka yang bertujuan mengubah dunia.

Nilai akademiknya juga adalah bukti dari etika kerjanya. Lenin menyelesaikan sekolah menengah setiap tahunnya dengan sangat baik. Guru bahasa dan sastranya, Fyodor Kerensky, ayahnanda Alexander Kerensky, menggunakan tulisannya sebagai teladan untuk murid-murid lainnya dan memberinya nilai tertinggi, dan memujinya sebagai murid yang “sangat berbakat, rajin dan cermat”. Ketika orang tuanya bertemu dengan kepala sekolahnya, kepala sekolahnya selalu memujinya. Yang juga luar biasa adalah kemampuannya mendapatkan ijasah hukum dalam 8 bulan, dimana biasanya butuh 4 tahun bagi kebanyakan mahasiswa. Dia melakukan ini tanpa bantuan dari profesor dan mendapat ranking pertama dari 44 mahasiswa.

Semenjak di sekolah menengah, dia menulis dengan sangat metodikal. Pertama-tama dia akan merancang kerangka untuk memastikan gagasan-gagasannya akan terekspresikan sepenuhnya. Di sekitar kerangka ini, dia kemudian akan mengelompokkan referensi-referensi, argumen-argumen, dan kutipan-kutipan, dan dari sini pengantar, isi, dan kesimpulan akan mengisinya. Cara menulis yang metodikal ini memberikannya senjata yang dibutuhkan untuk menulis analisa yang tajam mengenai perkembangan politik dan ekonomi Rusia dan dunia, yang lalu menjadi panduan aksi bagi partainya.

Lenin memiliki semua karakter untuk menjadi seorang yang sukses dalam segala bidang. Dia bisa saja memilih untuk menjadi seorang petani yang sukses ketika keluarganya membeli sebuah ladang kecil di Samara. Dengan kemampuannya menganalisa situasi yang kompleks dan membentuk argumen-argumen, apalagi dengan ijasah hukumnya, dia dapat menjadi seorang pengacara yang ulung. Namun, Lenin memilih jalan perjuangan. Pada 1893, pada umur 23 tahun, dia mengambil langkah berani menuju revolusi dan tidak pernah goyah lagi.

Kaum muda, dalam momen-momen eksistensial mereka, dihadapi oleh satu pertanyaan penting: ingin jadi apa aku? Lenin, seperti ribuan kaum muda generasinya, dihadapi dengan pertanyaan yang sama. Victor Serge, seorang Bolshevik, mengingat momen eksistensialnya:

“Kau ingin jadi apa? Pengacara, untuk mempertahankan hukum kaum kaya, yang secara inheren tidak adil? Dokter, untuk menjaga kesehatan kaum kaya, dan menganjurkan makanan yang sehat, udara yang baik, dan waktu istirahat kepada mereka yang memangsa kaum miskin? Arsitek, untuk membangun rumah nyaman untuk tuan tanah? Lihatlah di sekelilingmu dan periksa hati nuranimu. Apa kau tak mengerti bahwa tugasmu adalah sangat berbeda: untuk bersekutu dengan kaum tertindas, dan bekerja untuk menghancurkan sistem yang kejam ini?”[6]

Seperti Victor Serge dan banyak kamerad-kameradnya di masa depan, Lenin mengambil jalan perjuangan.

Dalam periode 6 tahun sejak eksekusi kakaknya sampai ke kepindahannya ke St. Petersburg, masa depan Lenin terbentuk, bukan dalam garis lurus tetapi dalam lompatan-lompatan, dimana rangkaian perkembangan pribadinya terikat erat dengan rangkaian perkembangan sejarah.

 


[1] Leon Trotsky, The History of Russian Revolution (London: Wellred, 2007) 343.

[2] Leon Trotsky, Young Lenin (New York: Doubleday & Company, 1972) 66.

[3] Ronald W. Clark, Lenin (New York: Harper & Row, 1988) 16.

[4] Clark 17.

[5] N. Valentinov, Vstrechi s Leninym (Encounters with Lenin) (New York: Chekhov Publishing House, 1953) 106.

[6] Victor Serge, Memoirs of a Revolutionary. (New York: Oxford University Press, 1967) 8.