facebooklogocolour

Lenin and October RevolutionPeran Lenin dalam menjamin kemenangan Revolusi Oktober di Rusia pada 1917 adalah tak tergantikan. Kita bisa mengatakan bahwa tanpa Lenin Revolusi Oktober tidak akan meraih kemenangannya. Ini kita katakan bukan dalam semangat pengkultusan individual tetapi berdasarkan fakta sejarah. Lenin dapat memberikan kepemimpinan yang dibutuhkan oleh Revolusi di Rusia karena ia adalah manifestasi atau pengejawantahan dari gerakan buruh Rusia itu sendiri, yang dalam periode 30 tahun berkembang dan tumbuh bersama Lenin dan generasi Marxis Rusia saat itu.

Revolusi Rusia dibuka dengan Revolusi Februari. Pada 24-29 Februari 1917, Rusia dilanda revolusi. Pemerintahan Tsar jatuh dan dengan itu tamat pula riwayat Monarki Rusia. Pada saat yang sama sebuah organ kekuasaan yang baru juga terbentuk, yakni soviet. Rakyat pekerja, petani dan tentara membentuk soviet-soviet (dewan-dewan) sebagai organ kekuasaan mereka yang baru. Tetapi kelas borjuasi juga membentuk sebuah Pemerintahan Provisional (Sementara). Kedua institusi ini, soviet dan Pemerintahan Provisional, membentuk apa yang disebut “Kekuasaan Ganda”.

Gelombang protes dan pemogokan menentang pemerintah terus terjadi dan menjadi semakin besar. Pasalnya Pemerintahan Sementara melanjutkan kebijakan Tsar, yang melibatkan Rusia dalam perang imperialis – Perang Dunia Pertama. Pemerintah Provisional tidak berdaya menangani persoalan-persoalan mendesak seperti wabah kelaparan yang kian meluas dan pembantaian atas prajurit-prajurit Rusia di medan-medan pertempuran.

Pada bulan April tahun itu, Lenin kembali dari pengasingannya. Di Stasiun Kereta Api Finlandia Lenin menyatakan: “Kamerad-kamerad Tercinta, para prajurit dan kaum buruh! Perang saling jarah di antara para imperialis mulai menjadi perang sipil di seluruh Eropa ... Revolusi Rusia yang Saudara genapi telah menyiapkan jalan dan membuka sebuah epos baru. Hidup revolusi sosialis sedunia!”

Sejumlah pemimpin Bolshevik yang saat itu turut menyambutnya menjadi sangat terkejut. Beberapa di antara mereka berpikir bahwa mungkin Lenin sudah gila, atau bahwa Lenin sudah mengikuti pandangan Trotsky: Revolusi Rusia harus mengambil jalan yang memadukan revolusi demokratik dan revolusi sosialis di bawah pimpinan kelas buruh!

Dalam konteks ini kita perlu memperhatikan adanya kesamaan di antara kaum Bolshevik dan Menshevik: mereka sama-sama berpandangan bahwa revolusi yang akan terjadi di Rusia adalah sebuah revolusi borjuis, seperti halnya Revolusi Prancis 1789.

Tapi sudah barang tentu mereka berbeda. Bagi kaum Menshevik, revolusi borjuis Rusia harus dipimpin oleh kelas borjuis Rusia. Di lain pihak, Lenin dan kaum Bolshevik berpandangan bahwa kelas borjusi Rusia tidak ingin dan oleh karena itu tidak akan melakukan transformasi borjuis secara revolusioner. Terikat oleh seribu benang kepada feodalisme dan imperialisme, kelas borjuis Rusia tidak mungkin melaksanakan kepemimpinan dalam revolusi borjuis. Lihat misalnya Prusia (Jerman), di mana kelas borjuisnya justru bersekutu dengan kelas feodal untuk menghancurkan buruh (1848) dan mengadakan transformasi borjuis “dari atas”, secara perlahan-lahan. Ingat juga, bahwa setelah Revolusi Rusia 1905, kelas borjuis Rusia takut jangan-jangan kaum buruh akan merebut kekuasaan, dan oleh karena itu memilih untuk bersekutu dengan Tsarisme. Jelas, bagi kaum Bolshevik, kepemimpinan dalam revolusi borjuis ada pada kelas buruh – yang bersekutu dengan kaum tani.

Trotsky (1905) setuju dengan kaum Bolshevik: bukan kelas borjuis, melainkan kelas buruh – yang memimpin aliansi dengan kaum tani – yang harus menuntaskan revolusi borjuis. Tapi, ia berargumen bahwa aliansi buruh-tani tidak bisa berhenti pada penyelesaian tugas-tugas revolusi borjuis. Aliansi itu harus melanjutkan dengan melakukan langkah-langkah sosialis. Revolusi borjuis (demokratis) bertransformasi menjadi revolusi proletar (sosialis).

Tapi bukankah perekonomian kapitalis Rusia masih terbelakang dan dengan demikian belum siap untuk sosialisme? Trotsky menjawab: revolusi belum selesai dengan kemenangan kaum buruh di Rusia. Kemenangan itu adalah titik awal dari suatu rangkaian revolusi proletarian yang akan bermuara pada pengambilalihan kekuasaan oleh kaum buruh di negeri-negeri kapitalis maju. Inilah Teori Revolusi Permanen.

Selangkah demi selangkah, Lenin akhirnya tiba pada posisi yang sejalan dengan Trotsky. Dalam arti tertentu, ia bahkan mengungguli Trotsky dalam hal telah membangun sebuah partai pelopor revolusioner: Partai Bolshevik. Setelah dipersenjatai kembali dengan perspektif yang tepat (sebagaimana bisa kita baca dalam Tesis-tesis April 1917), partai itu siap untuk mewujudnyatakan kekuasaan kelas buruh di Rusia.


Dalam pada itu, para pemimpin Bolshevik yang menentang Lenin telah jatuh ke dalam sejenis Menshevisme karena mereka sekadar mengulang-ulang rumusan lama tanpa mengkritisi rumusan tersebut dengan rujukan pada realitas-realitas yang sekarang. Padahal, sebagaimana dikatakan Lenin, “Kebenaran itu konkret.” Marxisme adalah sebuah metode untuk menganalisis – dan mengubah – dunia, bukan sekumpulan dogma apalagi teks-teks keramat!

Partai Bolshevik mengalami guncangan ketika Lenin berdebat dengan para pemimpin Bolshevik lainnya. Tapi guncangan itu perlu untuk membawa Partai ke jalan yang seharusnya: kepemimpinan revolusioner yang memungkinkan kelas buruh – dalam aliansi dengan kaum tani – melaksanakan dan memenangkan tugas-tugas revolusionernya.

Pada bulan Mei, Leon Trotsky tiba di Rusia. Ia telah menjalani masa pengasingan di Amerika Serikat. Saat pecahnya Revolusi Februari, ia berusaha kembali ke Rusia. Namun ia ditangkap oleh Angkatan Laut Inggris, dan diinternir sekian bulan.

Pada tahun 1903, Trotsky pernah bergabung dengan faksi Martov (Menshevik) dalam tubuh Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia. Tapi tak lama kemudian ia berpisah jalan dengan kaum Menshevik. Selanjutnya, bertahun-tahun lamanya ia berdiri sendirian di antara faksi Menshevik dan faksi Bolshevik. Ia berupaya mempertemukan perbedaan-perbedaan di antara mereka dan mempersatukan mereka kembali. Namun, pada tahun 1912 ia harus mengakui bahwa ia telah gagal mencegah perpecahan yang selamanya akan memisahkan kaum Bolshevik dan Menshevik.


Pada bulan Juli 1917, Trotsky bergabung dengan kaum Bolshevik. Ia menjadi Bolshevik. “Mulai sekarang, tidak ada Bolshevik yang lebih baik daripada Trotsky,” kata Lenin, mendapati perspektif revolusionernya sejalan dengan Trotsky. Dalam pada itu, Trotksy menginsyafi bahwa tanpa kepemimpinan Partai Bolshevik, proyeksi-proyeksi Teori Revolusi Permanen tidak akan menjadi kenyataan. Ia sadar: tanpa partai revolusioner yang telah dibangun Lenin melalui perjuangan selama bertahun-tahun itu, perspektif revolusi sosialis tidak bisa diwujudnyatakan – dan kelas buruh akan dikalahkan. Di sinilah kita tekankan lagi peran Lenin yang tak tergantikan, yakni perannya dalam membangun sebuah partai revolusioner yang ketat dan disiplin, secara organisasional dan terutama secara politik.

Lenin dan Trotsky segera memaparkan kepada kaum Bolshevik tentang kemungkinan-kemungkinan riil yang ada di depan mata. Akhirnya, Partai Bolshevik mengadopsi perspektif mereka. Jelas sudah posisi Partai: pengambilalihan kekuasaan oleh kelas buruh Rusia yang memimpin aliansi dengan kaum tani. Berarti posisi Partai Bolshevik sejalan dengan pernyataan Lenin dalam Tesis-tesis April: Kita tidak membutuhkan sebuah republik parlementer. Kita tidak mebutuhkan demokrasi borjuis. Kita tidak membutuhkan pemerintahan apapun, kecuali Soviet deputi (pewakilan) buruh, prajurit, dan tani.

Soviet-soviet adalah bentuk demokrasi yang lebih tinggi.  Dalam kata-kata Lenin, Soviet adalah “suatu organisasi kaum buruh (dan) embrio pemerintahan buruh.” Kaum Bolshevik pun mengibarkan semboyan, “Semua Kekuasaan untuk Soviet-soviet”, kendati saat itu mereka belum menjadi mayoritas di dalam Soviet-soviet.

Kekacauan ekonomi semakin parah. Pemerintahan Sementara (pemerintahan borjuasi) menolak untuk mendistribusikan tanah-tanah kaum bangsawan untuk kaum tani. Pemerintahan Sementara juga menolak untuk berhenti berperang. Para prajurit menjawabnya dengan meninggalkan medan laga dan pulang ke rumah. Mereka pulang dengan membawa radikalisme yang kian menguat ke desa-desa.

Namun, pada bulan Juli itu kaum Bolshevik mengalami represi dari Pemerintahan Sementara. Di koran-koran, Lenin difitnah keji sebagai agen Jerman. Ia harus menyembunyikan diri. Sementara itu, Trotsky dan pemimpin-pemimpin Bolshevik lainnya ditangkap.

Ketika mereka dilepaskan dari penjara pada bulan September, situasi pemerintahan semakin parah. Bulan itu, Pemerintah Sementara menghadapi upaya kudeta militer sayap kanan yang dilancarkan oleh Jenderal Kornilov. Kaum buruh dan tentara yang dipimpin oleh Bolshevik dengan berhasil mematahkan upaya kudeta Kornilov. Prestise dan keanggotaan kaum Bolshevik meningkat berlipat ganda. Di soviet-soviet buruh, kaum Bolshevik menjadi mayoritas.

Pada bulan Juni, Lenin telah mengatakan kepada Kongres Soviet-soviet Seluruh Rusia bahwa kaum Bolshevik siap merebut kekuasaan. Sekarang, pada 24-25 Oktober, Partai Bolshevik memimpin kaum buruh dan tani Rusia menggelar revolusi dengan semboyan: “Segenap Kekuasaan untuk Soviet-soviet.” Fajar 25 Oktober, diorganisir dan dipimpin oleh Leon Trotsky, mereka menggelar insugensi. Kaum buruh dan tani merebut kekuasaan, menggulingkan Pemerintah Sementara.

Pada 25-26 Oktober, digelar Kongres II Soviet-soviet Seluruh Rusia. Kongres menciptakan Pemerintahan Soviet melalui pemilihan Dewan Komisaris-komisaris Rakyat dan Komite Eksekutif Pusat. Empat puluh enam tahun setelah Komune Paris (1871), berdirilah sebuah negara buruh: Republik Sosialis Federasi Soviet-soviet Rusia. Membuka Kongres Soviet-soviet Seluruh Rusia, Lenin berkata, “Para Kamerad, sekarang kita bergegas untuk membangun tatanan sosialis.”

Kemudian, dalam Kongres II, Lenin terpilih menjadi ketua Dewan Komisaris Rakyat. Kepemimpinan Lenin secara konsisten memperlihatkan perpaduan dialektis antara disiplin baja Partai Bolshevik dan keyakinan terhadap kreativitas massa. “Kita harus dipandu oleh pengalaman. Kita harus memberikan kebebasan sepenuhnya kepada kemampuan-kemampuan kreatif massa...”

Kaum Bolshevik kini menjadi mayoritas dalam Soviet-soviet. Mereka menjadi pembangun-pembangun negara buruh yang baru didirikan itu. Mereka juga menjadi pejuang-pejuang utama upaya membela dan mempertahankannya. Negara itu benar-benar demokratis. Melalui jaringan Soviet-soviet yang bermuara pada Kongres Soviet-soviet Seluruh Rusia, kelas buruh menjalankan kekuasaan demokratisnya.

Dalam perjuangan merebut kekuasaan, kaum Bolshevik telah meringkaskan program Partai dan tuntutan-tuntutan massa dengan semboyan,  “Perdamaian, Roti, dan Tanah.” Sekarang, setelah buruh berkuasa, kaum Bolshevik berupaya mengakhiri keterlibatan Rusia dalam Perang Dunia I. Kaum Bolshevik mengibarkan semboyan, “Perdamaian tanpa aneksasi.” Rusia Tsaris yang turut dalam barisan Sekutu telah berperang dengan Jerman. Sekarang, Rusia Sosialis berupaya menghentikan perang dengan Jerman.

Tapi negara buruh yang baru saja didirikan itu segera harus menghadapi ancaman yang sangat serius. Dalam kurun waktu 1918-1920, ia diserang oleh Pasukan Putih, yang disokong juga oleh serdadu-serdadu Prancis, Inggris, Jepang, AS, dan Rusia. Unsur Rusia dari Pasukan Putih dipimpin oleh eks perwira Tsaris serta anggota-anggota Partai Kadet, sayap kanan Menshevik, dan sayap kanan Revolusioner Sosialis.

Prancis, Inggris, Jepang, dan AS adalah sekutu-sekutu Rusia Tsaris dalam memerangi Jerman dalam Perang Dunia I. Sekarang, bersama unsur-unsur konter-revolusioner Rusia, mereka menyerang Rusia Sosialis karena dua alasan. Pertama, Rusia Sosialis berusaha menarik diri dari Perang Dunia I dengan menggelar perundingan damai dengan Jerman. Kedua, Rusia Sosialis, sebagai penjelmaan kekuasaan demokratis Soviet-soviet, telah menghapus kapitalisme dan merebut tanah dan pabrik-pabrik kelas penguasa. Sudah barang tentu ini membangkitkan kemarahan eks kelas penguasa lama dan kaum imperialis karena kehilangan kepemilikan pribadi mereka!

Tidak ada pilihan bagi Republik Sosialis Federasi Soviet-soviet Rusia kecuali memerangi Pasukan Putih. Padahal mereka baru saja “mewarisi” peninggalan berupa kondisi ekonomi yang parah dari rezim monarkis dan Pemerintahan Sementara! Industri dikerahkan untuk mempertahankan negara. Sebagian buruh maju ke garis depan untuk bertempur. Pasukan Putih menduduki kawasan-kawasan utama pertanian. Kelaparan melanda. Kaum tani diminta bantuannya dengan memasok bahan pangan bagi penduduk kota. Pada saat yang sama,  industri yang nyaris lumpuh sepenuhnya di kota-kota tidak bisa menghasilkan segala yang mereka butuhkan! Sebagian kaum tani meradang, menolak untuk memberikan bantuan pangan sementara kaum buruh menyabung nyawa. Republik Sosialis Federasi Soviet-soviet Rusia berdarah-darah!

Lenin dan Trotsky sama-sama mengharapkan revolusi sosialis terjadi di Jerman dan negeri-negeri kapitalis maju lainnya di Eropa. Itulah jalan untuk menghindarkan Rusia Sosialis dari keterisolasian. Dalam kenyataannya, revolusi memang terjadi di Eropa, dimulai pada akhir 1918. Gelombang revolusioner melanda Eropa, menyapu monarki-monarki Austria dan Jerman. Tapi revolusi sosialis mengalami kekalahan. Sayap kanan Sosial Demokrasi-lah yang bertengger di pucuk kekuasaan. Pemerintahan buruh revolusioner sempat berdiri di Hungaria dan Bavaria, tetapi dengan cepat tumbang. Di mana-mana revolusi mengalami kekalahan.

Dengan cara yang ironis tampak jelaslah kebenaran politik Lenin: mutlak perlunya pembangunan sebuah partai pelopor revolusioner yang siap memimpin kelas buruh merebut kekuasaan. Tidak mungkin memenangkan revolusi proletarian atau sosialis tanpa peran partai bertipe Bolshevik!

Pada gilirannya, kekalahan demi kekalahan yang melanda kaum buruh di seluruh Eropa membuat Rusia Sosialis yang sudah berdarah-darah itu terisolasi. Dari keterisolasian itulah bangkit sebuah kekuatan konter-revolusi lain, yang pada akhirnya merebut kekuasaan atas Rusia Sosialis – Stalinisme. ***