facebooklogocolour

Dua puluh tahun yang lalu negara-negara polisi Stalinis yang represif tumbang satu per satu di bawah tekanan kebangkitan massa. Ambruknya Stalinisme adalah sebuah peristiwa yang dramatis dan merupakan sebuah titik balik dalam sejarah dunia. Tetapi, dalam retrospektif, peristiwa ini akan dilihat hanya sebagai pembukaan untuk sesuatu yang bahkan lebih dramatis: kematian kapitalisme dunia.

Runtuhnya Tembok Berlin dan ambruknya rejim-rejim birokratik Stalinis di Rusia dan Eropa Timur menyebabkan gelombang eforia di Barat. Berakhirnya Stalinisme dielu-elukan sebagai “akhir Sosialisme”. Kemenangan akhir “pasar bebas” diterompetkan di lembar-lembar koran dari Tokyo sampai ke New York. Ahli-ahli strategi kapital bersorak sorai. Semuanya akan menjadi yang terbaik di dalam semua dunia kapitalis yang terbaik. Tetapi hanya beberapa tahun kemudian, semua mimpi kaum borjuis dan kaum reformis menjadi abu.

Francis Fukuyama bahkan sampai sejauh memproklamirkan “akhir sejarah”. Dengan ini dia bermaksud mengatakan bahwa kapitalisme sekarang adalah satu-satunya sistem yang mungkin untuk umat manusia, dan revolusi sudah tidak ada lagi di agenda. Tetapi semenjak itu roda sejarah telah berputar 180 derajat. Semua prediksi-prediksi optimis dari kaum borjuis sudah menjadi puing-puing.

Jatuhnya Stalinisme bukanlah akhir dari sejarah, tetapi hanyalah satu babak dari sebuah drama, yang telah berakhir dengan krisis yang paling serius di dalam sejarah kapitalisme dunia. Serangan ideologi terhadap gagasan-gagasan Marxisme sekarang telah mencapai batasnya. Di dalam sebuah masyarakat, layaknya fisika, setiap aksi menghasilkan reaksi yang berkebalikan dan sama. Dan reaksi umum melawan barbarisme kapitalisme baru saja dimulai.

Ditulis pada tahun 1938, Program Transisional, karya Trotsky yang luar biasa ini, tampak bahkan semakin relevan hari ini dibandingkan ketika ini ditulis. Untuk waktu yang lama, prognosis Trotsky tampak merujuk pada periode sejarah yang jauh di depan, jauh dari realitas hari ini seperti sebuah galaksi yang jauh dari bumi. Di permukaan, kapitalisme tampak berhasil menyelesaikan problem-problemnya dan teori Marxis mengenai krisis kapitalisme tampak ketinggalan jaman.

Hari ini, semuanya telah terjungkir balik. Ekonom-ekonom borjuis tidak mampu menjelaskan krisis sekarang ini, yang sebelumnya mereka katakan tidak akan bisa terjadi. Ilmu ekonomi ofisial memberikan gambaran yang penuh kebingungan, tidak kompeten, dan kacau. Belum lama ini, Paul Krugman, seorang ekonom terkemuka, mengakui bahwa selama 30 tahun terakhir teori makro-ekonomi “at best spectacularly useless, at worst, positively harmful”.

Sebaliknya, Program Transisional hari ini tampak seperti ditulis kemarin hari, bukan 73 tahun yang lalu. Deskripsinya mengenai situasi ekonomi dunia dapat diterapkan pada krisis sekarang ini tanpa mengubah satupun titik dan koma. Di sini kita menyaksikan kehebatan metode Marxis.

Trotsky menulis di dalam Program Transisional: “Kaum kapitalis sekarang sedang meluncur ke bencana dengan mata tertutup.” Akan tetapi, hari ini kita harus membuat satu perubahan kecil pada pernyataan tersebut. Sekarang kaum kapitalis meluncur ke bencana dengan mata terbuka lebar. Mereka dapat melihat apa yang sedang terjadi. Mereka dapat melihat apa yang datang. Tetapi mereka tidak dapat melakukan apapun untuk mencegahnya.

Kaum borjuasi tidak mampu memahami penyebab sesungguhnya dari krisis ini. Teori utama mereka kembali ke teori Say yang tua, yang mengatakan bahwa penawaran dan permintaan pada akhirnya akan menjadi seimbang, dan bila dibiarkan pasar akan tiba pada level yang tepat. Teori ini tidak mempertimbangkan kontradiksi-kontradiksi fundamental dari ekonomi kapitalis, dimana tidak ada korelasi otomatis antara penawaran dan permintaan, dan ekonomi ini selalu condong menuju ke over-produksi.

Masalahnya bagi kaum borjuis adalah mereka telah menggunakan instrumen-instrumen untuk menunda resesi. Sekarang, mereka tidak dapat menggunakan metode-metode ini ketika mereka membutuhkannya. Bagaimana mereka bisa menurunkan suku bunga bila sekarang suku bunga sudah hampir nol? Dan bagaimana mereka bisa meningkatkan anggaran pengeluaran negara kalau negara sudah bangkrut? Dan bagaimana mereka bisa mengekspansi kredit kalau orang-orang sekarang kesulitan membayar beban hutang dari periode boom sebelumnya?

Untuk masalah-masalah ini, kaum borjuasi tidak punya jawaban sama sekali. Berlanjutnya sistem yang bobrok dan usang ini mengancam menyeret seluruh dunia ke dalam lorong krisis, pengangguran, penderitaan, dan degradasi. Krisis ini mengancam semua pencapaian masa lalu, dan bahkan mengancam eksistensi kebudayaan dan peradaban manusia. Yang dibutuhkan adalah sebuah transformasi fundamental masyarakat kita dari atas sampai bawah. Kata-kata Karl Marx masih menyimpan kekuatannya hingga hari ini: pilihan bagi umat manusia adalah sosialisme atau barbarisme.

Tetapi bagaimana caranya kita dapat mencapai transformasi ini? Revolusi sosialis tidak dapat dicapai dengan aksi-aksi segelintir orang. Revolusi sosialis hanya dapat dilaksanakan oleh massa rakyat sendiri. Tetapi bagaimana kekuatan kecil Marxisme revolusioner dapat menaklukkan rakyat? Bagaimana kita dapat bergerak dari “A” ke “B”? Inilah pertanyaan sentral yang dijawab oleh Trotsky di dalam karyanya Program Transisional.

Revolusi Sosialis adalah mustahil tanpa perjuangan sehari-hari untuk meningkatkan kondisi hidup di bawah kapitalisme. Hanya di dalam dan melalui perjuangan kelas buruh dapat memperoleh pengalaman dan organisasi yang dibutuhkan untuk melawan sistem kapitalisme. Kaum sektarian dan ultra-kiri tidak dapat memahami ini. Mereka menjauhi perjuangan sehari-hari kaum buruh, dan oleh karenanya impoten. Tugas kaum pelopor proletar bukanlah menceramahi massa dari luar. Untuk mendapatkan jalan ke massa, kita harus berjuang bersama mereka, berpartisipasi di setiap perjuangan, bahkan untuk pencapaian yang paling kecilpun. Sementara di tiap tahapan kita harus menghubungkan perjuangan tersebut ke perspektif revolusi sosialis. Di sinilah esensi dari tuntutan-tuntutan transisional.

Trotsky Versus Stalin

Kekuatan ide-ide Trotsky sangatlah jelas hari ini bagi orang yang tidak bias. Tetapi ketika menulis dokumen ini, Trotsky – yang bersama dengan Lenin memimpin Revolusi Oktober, sang pencipta Tentara Merah – menjalani kehidupan pengasingan yang sepi, ditindas dan dikejar-kejar dari satu negeri ke negeri yang lain: satu orang melawan seluruh dunia.

Di dalam sejarah, akan sulit menemukan cerita yang serupa, dimana semua sumberdaya dari sebuah aparatus negara yang besar dimobilisasi untuk menghancurkan satu orang. Dengan sia-sia Trotsky berusaha mencari tempat pengasingan. Semua pintu negeri-negeri demokrasi barat tertutup rapat untuknya, yang disebut oleh pujangga surealis Prancis Andre Breton sebagai “planet tanpa visa”.

Dipecat dari Partai Komunis Uni Soviet pada tahun 1927 oleh Stalin dan apparat birokrasinya, Trotsky dikirim ke pengasingan pada tahun 1929 ke Turki. Dengan cara-cara birokratis, Stalin dan cecunguknya mengira mereka dapat membungkam pemimpin Opisisi Kiri (Bolshevik-Leninis). Tetapi mereka keliru. Trotsky tidak dapat dibungkam.

Dari tempat pengasingannya di pulau Prinkipo, dia mengorganisasi serangan balik dari kekuatan-kekuatan Bolshevisme-Leninisme yang sejati. Trotsky membentuk Oposisi Kiri Internasional, yang mulai mengumpulkan mereka-mereka yang masih setia pada ide-ide Lenin, Partai Bolshevik dan Revolusi Oktober.

Tidak mampu menjawab argumen-argumen politik Trotsky, Stalin dan birokrasinya menjawab dengan tindakan-tindakan represif. Oposisi Kiri di Rusia ditindas dengan kekerasan dan anggota-anggotanya dipecat dari pekerjaan mereka, dianiaya, dan lalu ditangkap, dipenjara, dan dibunuh. Inilah awal dari represi sistematis yang membunuh semua kamerad, kolaborator, kawan, dan bahkan anak-anak Trotsky. Akhirnya di Meksiko pada Agustus 1940 Stalin berhasil menuntaskan tujuan utamanya: membunuh Trotksy.

Internasional Keempat

Trotsky membentuk Oposisi Kiri Internasional untuk mengumpulkan mereka yang masih setia pada gagasan-gagasan Bolshevik-Leninisme. Walaupun secara formal telah dipecat dari Partai-partai Komunis dan Komunis Internasional (Komintern), Trotsky dan para pengikutnya masih menganggap diri mereka bagian dari gerakan Komunis, berjuang untuk diterima masuk kembali dan berjuang untuk mereformasi Partai-partai Komunis, Komunis Internasional dan Uni Soviet.

Pengkhianatan terhadap kelas buruh Jerman pada tahun 1933, yang terjadi akibat kegagalan Komunis Internasional untuk menawarkan Front Persatuan dengan buruh-buruh Sosial Demokratik guna melawan Hitler, adalah sebuah titik balik. Ketika bahkan kekalahan besar ini tidak menyebabkan riak di antara para anggotanya, Trotsky terpaksa menyimpulkan bahwa Komunis Internasional telah mati sebagai kekuatan perjuangan sosialisme dunia. Sekarang perlu mempersiapkan jalan untuk mengorganisasi Internasional Keempat, yang tidak ternodai oleh kejahatan-kejahatan dan pengkhianatan-pengkhianatan kaum reformis dan Stalinis.

Pada dasarnya, periode sebelum Perang Dunia II adalah periode persiapan, orientasi, dan pemilihan kader-kader atau elemen-elemen pemimpin yang akan dilatih dan dikuatkan secara teori dan praktek. Berkebalikan dengan kelompok-kelompok sektarian, Trotsky selalu berbicara kepada organisasi-organisasi massa kelas buruh. Dia tidak menggunakan nada tinggi menghujat ketika bersinggungan dengan kaum buruh reformis, tetapi mengikuti slogannya Lenin: menjelaskan dengan sabar.

Metode Trotsky, seperti metodenya Marx dan Lenin, adalah kombinasi dua hal: mempertahankan ide dan prinsip dengan teguh, dan pendekatan yang sangat fleksibel dalam masalah taktik dan organisasi. Kita dapat melihat metode ini di Program Transisional dan di semua diskusi-diskusi Trotsky dengan kolaboratornya pada saat itu.

Tetapi Trotsky menghadapi banyak kesulitan. Seperti saat runtuhnya Internasional Kedua, kaum internasionalis revolusioner sedikit jumlahnya dan terisolasi. Kekuatan Internasional yang baru lemah dan belum dewasa. Bahkan kesulitan yang lebih serius adalah keterisolasian penuh dari organisasi-organisasi massa kaum proletar. Ini sangat mengkhawatirkan Trotsky.

Sebagai cara untuk mengatasi keterisolasian dari organisasi-organisasi massa Sosial Demokrasi dan Partai Komunis, Trotsky menganjurkan entri ke dalam partai-partai Sosial Demokrasi di Prancis, Inggris, dan negara-negara lain pada tahun 1930an. Untuk memenangkan buruh-buruh terbaik, kita harus menemukan jalan untuk mempengaruhi mereka. Ini hanya dapat dilakukan dengan bekerja bersama dengan mereka di dalam organisasi-organisasi massa. Pendekatan fleksibel ini adalah satu cara untuk mempersiapkan kader-kader untuk peristiwa-peristiwa besar yang akan datang.

Kekalahan-kekalahan kelas buruh di Jerman, Prancis dan di Perang Sipil Spanyol, yang merupakan akibat dari kebijakan-kebijakan Internasional Kedua dan Ketiga, mempersiapkan jalan untuk Perang Dunia Kedua. Ini menghadirkan tantangan-tantangan baru bagi Internasional yang baru ini. Di dalam atmosfir inilah kongres pembentukan Internasional Keempat berlangsung.

Tetapi sudah ada sejumlah masalah sejak awal. Kebanyakan kader-kadernya menjadi bingung akibat keruntuhan Internasional Ketiga dan terdemoralisasi oleh bangkitnya Stalinisme. Kebanyakan dari mereka condong ke sektarianisme dan keultra-kirian. Untungnya, mereka mendapatkan panduan dan bantuan dari Trotsky, dan perspektif-perspektif peristiwa sejarah besar.

Tetapi para kader-kader pemimpin ini tidak punya kedalaman teori untuk bisa berpikir secara mandiri. Pembunuhan Trotsky pada Agustus 1940 menghantarkan pukulan besar terhadap kekuatan Internasional Keempat yang masih muda dan belum teruji ini. Mereka tidak pernah memahami metode-metode Trotsky dan tidak mampu beradaptasi ke situasi-situasi baru yang berkembang selama dan setelah Perang Dunia.

Prognosis Trotsky Terbantahkan

Sayangnya, para pemimpin Internasional Keempat setelah kematian Trotsky tidak dapat mengemban tugas yang dikedepankan oleh sejarah. Pada tahun 1938, Trotsky memprediksikan bahwa dalam sepuluh tahun tidak akan ada yang tersisa dari organisasi-organisasi pengkhianat yang tua ini, dan Internasional Keempat akan menjadi kekuatan revolusioner yang menentukan di planet ini. Analisa dasarnya tidak keliru, tetapi setiap prognosis bersifat kondisional. Berbagai faktor: ekonomi, politik, dan sosial, dapat mengakibatkan perkembangan yang berbeda dari yang diprediksikan.

Perspektif Trotsky adalah bahwa perang ini akan mengakibatkan revolusi. Di sini bukanlah tempat untuk berdiskusi mengenai proses Perang Dunia Kedua yang sangatlah kompleks. Peperangan adalah hal yang paling kompleks. Hasil dari Perang Dunia Kedua sama sekali tidak terprediksikan oleh siapapun. Tidak Trotsky, Roosevelt, Hilter, atau Stalin tahu apa hasilnya.

Seperti yang diramalkan oleh Trotsky, peperangan ini memberikan dorongan untuk revolusi di Italia, Yunani, Prancis, Inggris, Eropa Timur, dan negara-negara koloni. Tetapi, untuk alasan-alasan yang tidak terantisipasi oleh Trotsky, gelombang revolusioner ini terpancung oleh pengkhianatan Stalinisme dan reformisme. Alih-alih revolusi di Eropa Barat, kita mendapatkan konter-revolusi dalam bentuk demokratis.

Pengkhianatan kaum Stalinis dan reformis menyediakan pra-kondisi politik untuk sebuah periode kebangkitan kapitalis dari 1948-1973. Perspektif-perspektif yang dikedepankan oleh Trotsky pada 1938 terbantah oleh sejarah. Di Eropa Timur, kaum Stalinis mengambil alih dan membentuk negara-negara buruh cacat yang baru, berdasarkan rupa Moskownya Stalin. Kemenangan Revolusi Tiongkok 1949 semakin menguatkan Stalinisme untuk seluruh periode.

Degenerasi dan keruntuhan Internasional Keempat setelah kematian Trotsky adalah terutama karena faktor-faktor objektif. Kebangkitan ekonomi kapitalisme dunia yang besar dan ilusi dalam reformisme dan Stalinisme berarti bahwa untuk seluruh periode kekuatan-kekuatan Marxisme sejati tidak dapat tumbuh besar. Akan tetapi para pemimpin Internasional Keempat membuat kesalahan-kesalahan serius yang akhirnya menghancurkan Internasional yang baru ini.

Di saat perang, ketika sedang menyerang, jendral-jendral yang handal adalah penting. Tetapi dalam periode mundur, mereka bahkan lebih penting. Dengan jendral-jendral yang baik, kita dapat mundur dengan teratur, dengan kehilangan yang minim, menjaga keutuhan kekuatan kita dan bersiap-siap untuk situasi yang lebih baik. Dengan jendral yang buruk, kekalahan menjadi pembantaian.

Fenomena-fenomena sejarah yang baru ini, walaupun disinggung di tulisan-tulisan Trotsky, adalah satu hal yang tidak dapat dipahami oleh para pemimpin Internasional ini. Tidak punya kepemimpinan Trotsky, para pemimpin ini membuat kesalahan-kesalahan serius. Kita tidak dapat menjabarkan dengan detil kebijakan-kebijakan keliru yang diambil oleh para pemimpin Internasional Keempat ini. Ini dijabarkan di tulisan lain (baca The Programme of the International oleh Ted Grant). Pendeknya, tidak satupun dari mereka yang mampu menganalisa situasi yang baru, atau beradaptasi terhadapnya. Ini menjadi bencana bagi Internasional Keempat yang baru saja lahir.

Hanya kepemimpinan Partai Komunis Revolusioner (Revolutionary Communist Party, RCP) di Inggris yang dapat beradaptasi pada situasi dunia yang baru setelah 1945. Untuk ini, kami harus berterimakasih pada satu orang – Ted Grant. Tulisan-tulisannya mengenai ekonomi, peperangan, revolusi kolonial, dan terutama Stalinisme masih merupakan tulisan-tulisan klasik Marxisme moderen. Di atas basis inilah kekuatan Marxisme sejati dapat berkumpul kembali dan membangun di bawah kondisi-kondisi sulit.

Mendasarkan dirinya pada tulisan-tulisan Marx, Engels, Lenin, dan Trotsky, kamerad Ted Grant mampu mempertahankan sekelompok kecil kamerad-kamerad yang setia di tahun-tahun gelap dan sulit saat kapitalisme bangkit setelah Perang Dunia Kedua, ketika kekuatan-kekuatan Marxisme sejati hanya segelintir saja di dunia. Hari ini kami telah mempertahankan program, teori, metode, dan ide Marxisme dan mengibarkan dengan tinggi panji Leon Trotsky – satu-satunya panji yang dapat membawa kemenangan.

Revolusi Indonesia

Tidak ada tempat lain dimana Program Transisional lebih relevan daripada Indonesia – sebuah negeri yang menempati tempat yang sangat penting di dalam perspektif revolusi dunia. Kelas buruhnya punya tradisi revolusioner yang kaya, yang masih tersisa walaupun ditenggelamkan dalam darah pada tahun 1965.

Suharto naik ke tampuk kekuasaan di atas basis pembunuhan massa pendukung Partai Komunis Indonesia. Kekejaman ini direncanakan dan dilaksanakan dengan partisipasi aktif dari kaum imperialis. Selama tiga puluh dua tahun, diktatur kejam ini memerintah Indonesia dengan tangan besi, setelah naik ke tampuk kekuasaan di atas bangkai lebih dari satu juta manusia.

Selama tiga dekade kekerasan digunakan terhadap kaum tani, buruh, dan miskin kota Indonesia. Selama periode ini kaum demokrat diam saja menutup mata dari kediktaturan kejam Suharto, karena dia memberikan mereka “kestabilan” yang dibutuhkan untuk menjarah dan mengeksploitasi rakyat Indonesia. Sampai menit-menit terakhir, Washington masih mencoba mendukung Suharto dan kediktaturannya.

Suharto ditumbangkan oleh gerakan revolusioner massa. Setelah gerakan ini mulai, ia segera mendapatkan karakter seluruh-Indonesia. Apa yang hebat bukan hanya besarnya gerakan ini tetapi juga cepatnya laksana kilat kesadaran rakyat berkembang, dengan cepat bergerak dari demo-demo menentang memburuknya taraf hidup ke demo-demo politik menghadapi represi dan kekerasan polisi.

Dari awal kaum buruh menunjukkan insting revolusioner mereka dengan mendukung para mahasiswa. Banyak laporan yang menunjukkan buruh-buruh berpartisipasi di demo-demo mahasiswa.. Hanya gerakan revolusioner kaum proletar Indonesia, yang bersatu dengan para mahasiswa, kaum tani, dan kebangsaan-kebangsaan yang tertindas, dapat melaksanakan transformasi masyarakat.

Ini menunjukkan bahwa kelas buruh Indonesia sangatlah kuat dan ingin berjuang. Bila mereka diorganisir untuk berjuang di bawah panji revolusi sosialis, kelas buruh Indonesia akan menjadi kekuatan yang tak terhentikan. Tetapi ketiadaan kepemimpinan Bolshevik yang sejati menelikung gerakan besar yang mulai tahun 1998 ini. Saat itu kami mengatakan bahwa ini adalah awal dari revolusi, bukan hanya di Indonesia tetapi juga seluruh Asia, tetapi memperingatkan bahwa kebijakan-kebijakan keliru dari para pemimpinnya dapat berakibat kekalahan. Kami menulis:

“Pontensi revolusioner [gerakan ini] sangatlah besar. Tetapi, dalam keabsenan faktor subjektif, begitu juga potensinya untuk kalah. Selama periode dua, tiga, atau lima tahun, masalah kekuasaan akan dihadapi oleh kelas buruh. Bila saja ada sebuah nukleus revolusioner kecil, seluruh situasi ini dapat berubah. Namun dengan ketiadaan nukleus revolusioner ini, dan dengan kebijakan-kebijakan keliru yang diambil oleh kepemimpinan partai komunis [baca Partai Rakyat Demokratik], revolusi Indonesia yang luar biasa ini dapat berakhir lagi dalam kekalahan.”

“Revolusi ini akan melalui berbagai tahapan, yang mana kita sekarang sedang menyaksikan babak pertama. Kemungkinan menangnya kelas buruh akan tergantung pada kualitas kepemimpinannya. Kaum mahasiswa dan buruh telah menunjukkan keberanian dan inisiatif besar. Dipersenjatai dengan sebuah program dan perspektif yang tepat, kemenangan dapat terjamin. Tetapi bila kepemimpinan yang dibutuhkan tidak terbangun, maka kekacauan akan berkembang, dan bahkan elemen-elemen barbarisme, seperti di Uganda dan Somalia, yang dapat berakhir pada pecahnya Indonesia. Kemenangan besar atau kekalahan paling parah – ini adalah dua pilihan yang ada di hadapan revolusi Indonesia.”

Pernyataan ini masihlah benar hari ini. Untuk sementara revolusi Indonesia telah tertelikung ke apa yang disebut jalan demokrasi borjuasi. Ini berarti penindas yang sama masih berkuasa. Ini adalah kediktaturan kapital yang berkedok demokrasi.

Faktor menentukan yang tidak ada adalah faktor subjektif – yakni sebuah partai revolusioner dan kepemimpinan yang mampu memberikan organisasi, program, dan perspektif yang diperlukan untuk menyatukan gerakan dan memandunya ke perebutan kekuasaan. Bila saja ada sebuah partai komunis yang sejati, gerakan ini sudah pasti akan bergerak dengan cepat ke pengambilalihan kekuasaan. Hanya ketiadaan faktor subjektif yang mencegah terjadinya ini pada tahun 1998.

Para pemimpin gerakan – terutama kaum muda dari PRD yang dilatih dalam teori dua-tahap Menshevik/Stalinis – yang pada tahun 1998 mengedepankan slogan demokrasi dan menunda perjuangan untuk sosialisme ke masa depan yang jauh, sebenarnya menuntun rakyat ke jalan yang salah. Bila kita ingin demokrasi ada artinya, maka demokrasi harus berarti pemindahan kekuasaan ke mayoritas besar rakyat: kaum buruh dan tani miskin.

Inilah mengapa slogan demokrasi digantikan dengan slogan revolusi di jalan-jalan. Tuntutan untuk sosialisme akan tumbuh sampai ke tingkatan dimana buruh dan tani sadar kalau kebutuhan-kebutuhan dasar mereka tidak akan dapat dipenuhi selama tanah, bank-bank dan industri-industri besar masih ada di tangan minoritas kecil parasit yang kaya.

Hanya pemerintahan demokratis kelas buruh yang dapat membersihkan masyarakat Indonesia dari sampah-sampah dan korupsi-korupsi dari masa lalu dan memulai gerakan ke arah masyarakat sosialis.

Relevansi Trotskisme Hari Ini

Bagi murid-murid sejarah, penyakit yang sekarang diidap di abad ke-21 adalah sebuah penyakit yang diketahui dengan jelas. Kita dapat menyaksikan gejala-gejala yang sama di setiap periode kemunduran, ketika sistem sosio-ekonomi telah menghabiskan potensinya dan menjadi halangan bagi perkembangan manusia.

Kapitalisme telah mencapai limitnya sejak lama. Ia sudah tidak dapat mengembangkan alat-alat produksi seperti dulu. Ia sudah tidak mampu menawarkan reforma-reforma yang berarti. Ia bahkan sudah tidak dapat mentolerir kelanjutan reforma-reforma masa lalu yang telah menyediakan setidaknya keberadaan semi-beradab di negera-negara kapitalis maju.

Sekarang semua pencapaian yang telah dimenangkan dengan susah payah di masa lalu oleh kelas buruh terancam. Tetapi kaum buruh dan muda tidak akan menyerahkan pencapaian mereka tanpa sebuah perjuangan. Panggung telah dipersiapkan untuk ledakan perjuangan kelas.

Di penghujung abad ke-20, eksistensi umat manusia terancam oleh pemerkosaan terhadap bumi demi profit; pengangguran massal yang katanya adalah barang antik masa lalu sekarang telah bermunculan lagi di semua negara-negara kapitalis maju, apalagi mimpi buruk kemiskinan, kebodohan, perang, epidemi, yang terus-menerus mewabahi dua pertiga umat manusia di “Negara Ketiga”. Perang terus terjadi dan terorisme menyebar seperti wabah hitam di seluruh bumi. Dari setiap sisi kita lihat pesimisme di seluruh dunia, yang bercampuran dengan tendensi-tendensi tidak-rasional dan mistis.

Ahli ekonomi borjuis, politisi-politisi, dan jurnalis-jurnalis tidak tahu apa yang sedang terhadi. Hanya dialektika materialisme yang dapat membantu kita untuk memahami apa yang sedang terjadi di dunia. Metode empirikal borjuis tidak mampu memahami proses yang sedang berlangsung dalam tingkat yang dalam. Dialektika mengajarkan kita bahwa segala sesuatu dapat dan akan tiba-tiba berubah menjadi kebalikannya.

Revolusi Arab adalah sebuah titik balik fundamental di dalam sejarah. Peristiwa-peristiwa bergerak seperti kilat. Sejak awal tahun 2011, kita telah menyaksikan Revolusi Arab. Ini adalah sebuah gejala bahwa sesuatu yang fundamental sedang berubah dalam seluruh situasi. Bagi kaum borjuasi Revolusi Arab adalah sesuatu yang tak dapat dijelaskan. Revolusi ini terjadi tiba-tiba, tanpa peringatan. Pada kenyataannya revolusi ini adalah sebuah ekspresi kebuntuan kapitalisme dalam skala dunia.

Semenjak jatuhnya Uni Soviet, ada semacam longsor buku-buku yang mengklaim “mengekspos” Revolusi Oktober dan para pemimpinnya yang terpenting, Lenin dan Trotsky. Tidak ada yang baru di sini. Bagi kelas penguasa, tidak pernah cukup untuk mengalahkan revolusi. Mereka harus menutupnya dengan segunung dusta dan fitnah untuk menghilangkan memorinya. Tujuannya jelas: untuk mendiskreditkan revolusi Bolshevik di mata generasi baru.

Tetapi serangan-serangan ini tidak akan mampu menghentikan laju sejarah. Hari ini gagasan-gagasan Leon Trotsky lebih relevan daripada sebelumnya. Gagasan-gagasan ini menemukan gaung yang semakin besar di gerakan-gerakan buruh di seluruh negeri. Bahkan di antara anggota-anggota Partai-partai Komunis, dimana sebelumnya ide-ide Trotsky dibenci, mereka mencari ide-ide ini dengan rasa ketertarikan dan simpati yang semakin tumbuh. Gagasan Trotsky adalah satu-satunya penjelasan Marxis yang sesungguhnya mengenai degenerasi dan keruntuhan Uni Soviet.

Di seluruh dunia satu generasi yang baru mulai bergerak. Kita saksikan gejolak-gejolak revolusioner yang serupa dimana-mana: dari Tunisia ke Mesir, dari Spanyol ke Yunani. Bahkan di Amerika Serikat, kita telah meyaksikan gerakan di Wisconsin dan demo-demo massa anti-kapitalis di New York. Dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda-beda, ini adalah proses yang sama yang sedang bergulir dalam skala dunia.

Saya yakin tidak akan lama sebelum kaum buruh dan muda Indonesia akan mengambil tempat mereka di dalam revolusi sosialis dunia. Generasi yang baru sedang mencari sebuah panji, program, dan gagasan, dan generasi ini semakin revolusioner dalam cara pandangnya. Untuk generasi baru ini, gagasan-gagasan Marx, Engels, Lenin, dan Trotsky menawarkan sebuah panduan dan kompas yang mereka butuhkan untuk mencari jalan mereka ke sosialisme – jalan revolusioner. Kepada generasi pejuang baru inilah saya dedikasikan terjemahan bahasa Indonesia karya penting ini.

12 Oktober, 2011